TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana mengangkat 49 menteri dan 59 wakil menteri, jauh lebih banyak dibandingkan era Presiden Joko Widodo yang memiliki 34 menteri dan 17 wakil menteri.
Peningkatan jumlah menteri ini diprediksi akan menyebabkan pembengkakan anggaran hingga Rp 777 miliar per tahun, menurut analisis Center of Economic and Law Studies (Celios).
Pembengkakan Anggaran
Peneliti Celios, Hanif Imaduddin, menyatakan bahwa anggaran untuk gaji dan tunjangan menteri serta wakil menteri pada era Jokowi diperkirakan mencapai Rp 387,6 miliar per tahun.
Dengan penambahan jumlah menteri di kabinet Prabowo, anggaran tersebut diprediksi meningkat menjadi Rp 777 miliar.
Baca juga: Muhaimin Iskandar Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, PKB: Langkah Strategis untuk Indonesia
"Kerugian negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pemborosan fiskal, tetapi juga memperlebar angka ketimpangan," ungkap Hanif.
Hanif juga menyoroti bahwa meskipun gaji menteri relatif kecil, posisi ini dapat memberikan dampak ekonomi yang luas, seperti peningkatan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri.
"Ini dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan," tambahnya.
Perbandingan Internasional
Prabowo berargumen bahwa sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif.
Namun, Hanif mencatat bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat, yang memiliki populasi sekitar 346 juta, hanya memiliki 15 kementerian.
China, dengan populasi lebih dari 1,4 miliar, memiliki 21 kementerian.
"Banyaknya jumlah menteri bukanlah cara untuk meningkatkan efisiensi," tegas Hanif.
Baca juga: Lodewijk Ungkap Elite Golkar Ace Hasan Ikuti Pembekalan Kabinet Prabowo di Hambalang Hari Ini
Masalah Meritokrasi
Director of Fiscal Justice Celios, Media Wahyudi Askar, mengungkapkan bahwa jabatan strategis di pemerintahan, termasuk menteri, cenderung dibagikan berdasarkan kepentingan politik, bukan meritokrasi.
"Proses rekrutmen CPNS kini sangat ketat, tetapi jabatan menteri tidak mengikuti prinsip yang sama," kata Media.
Media menekankan pentingnya penguatan mekanisme pengawasan anggaran dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik untuk meminimalisasi pemborosan.