News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penyebab Raksasa Tekstil PT Sritex Dinyatakan Pailit

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo saat meninjau pabrik baru PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (21/4/2017).

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex pailit atau bangkrut.

Pernyataan itu termaktub dalam putusan PN Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

PT Indo Bharta Rayon menjadi pihak pemohon perkara itu. Adapun termohon ialah PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Ketiga termohon dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.

"Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian bunyi petitum perkara dikutip dari Kompas, Rabu (23/10/2024).

Putusan itu membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi). 

Dikutip dari Antara, Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi mengonfirmasi putusan terbaru ini.

Haruno mengatakan putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex.

"Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar dia. 

Digempur tekstil dari Tiongkok

Beberapa bulan lalu, Sritex mengatakan pendapatannya menurun drastis karena kondisi geopolitik dan gempuran produk tekstil impor dari Tiongkok.

Baca juga: Pendapatan Merosot Drastis, Sritex: Karena Geopolitik dan Gempuran Produk Tekstil Impor dari China

Menurut Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel - Palestina mengakibatkan gangguan supply chain atau rantai pasokan.

Selain itu, kondisi geopolitik juga disebut menyebabkan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.

Berikutnya, Welly menyebut penurunan pendapatan yang drastis disebabkan oleh terjadinya over supply tekstil di Tiongkok yang menyebabkan terjadinya dumping harga.

"Produk-produk ini (hasil dumping) menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya," kata Welly dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia pada 22 Juni 2024, dikutip Tribunnews pada Rabu (26/6/2024).

Perkembangan terkini, kata dia, penjualan perusahaan belum pulih karena situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung.

Perseroan pun tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor.

Sritex pun memiliki sejumlah strategi yang terbagi ke dalam lima bagian, yakni sumber daya manusia, keuangan, pemasaran, umum, serta produksi dan pengadaan.

Sritex selayang pandang

PT Sritex didirikan oleh Haji Muhammad Lukminto atau Ie Djie Shien pada tahun 1966.

Awalnya Sritex adalah sebuah kios kecil bernama UD Sri Rejeki di Pasar Klewer, Kota Solo.

Usaha itu berkembang dan menjadi perusahaan besar Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Baca juga: Sritex Bantah Terancam Bangkrut, Jalani Tiga Restrukturisasi

Fasilitas produksinya terus bertambah. Pabriknya yang belokasi di Jalan Samanhudi, Sukoharjo, terbilang besar.

Produksi pabriknya mencakup hulu dan hilir industri tekstil antara lain rayon, katun, dan poliester, kain mentah, bahan jadi, hingga pakaian jadi.

Perusahaan tekstil itu juga mempunyai kantor besar di Jalan Wahid Hasyim Nomor 147, Jakarta Pusat.

Empat lini bisnis utama perusahaan sejak tahun 2018 adalah pemintalan dengan kapasitas produksi 1,1 juta bal benang per tahun, penenunan dengan produksi 180 ribu meter per tahun.

Kemudian lini bisnis pencelupan dan pencetakan dengan kapasitas produksi 240 juta yard per tahun, serta garman sebanyak 28 juta pieces pakaian jadi per tahun.

Sritex juga dipercaya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai salah satu pemasok seragam militernya.

Ketika pandemi Covid-19 mendera dunia, Sritex menangkap peluang bisnis dengan cara memproduksi jutaan masker.

(Tribunnews/Febri/Endrapta Pramudhiaz/Kompas/Agustinus Rangga Respati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini