Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendorong Pemerintah untuk segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, aturan tersebut tak berpihak kepada kesejahteraan buruh.
Lantaran mengatur beberapa hal, salah satunya terkait outsourcing atau durasi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Awalnya Said Iqbal mengungkapkan, pihaknya mendukung penuh misi Pemerintah yang ingin merealisasikan target pertumbuhan ekonomi di angka 8 persen.
Baca juga: Said Iqbal: Jika Targetkan 8 Persen Pertumbuhan Ekonomi, Prabowo Harus Naikkan Upah Buruh
Namun menurutnya, hal tersebut tak akan tercapai apabila penghasilan masyarakat, yang didominasi para buruh ini tak dinaikkan.
Adapun, KSPI meminta kenaikan upah minimum Provinsi mencapai 8 hingga 10 persen.
Hal ini diungkapkannya saat aksi unjuk rasa buruh yang digelar di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis (24/10/2024) siang.
"Saya tantang Menko Perekonomian, Menteri Investasi, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Wakil-Wakil Menteri. Saya tantang berdebat tentang upah minimum dan pertumbuhan ekonomi 8 persen," papar Said Iqbal.
"Kalau mereka berlindung Omnibus Law menciptakan pertumbuhan ekonomi 8 persen, itu bohong. Saya tantang mereka berdebat bahwa mereka bohong," lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut ia juga mengungkapkan, bahwa dirinya bersama para buruh siap mengawal berjalannya rezim pemerintahan yang baru.
Namun, ia mendorong agar Pemerintah segera mengabulkan sejumlah tuntutan yang dilayangkan oleh para buruh.
"Di tengah pemerintahan yang baru dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Jenderal Prabowo Subianto, Partai Buruh Serikat Buruh, telah menyatakan 18 September lalu, mendukung Pemerintahan Bapak Jenderal Prabowo Subianto," ungkapnya.
Dalam tuntutan yang dimaksud, setidaknya terdapat 6 poin.