Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya jumlah Kementerian di Kabinet Merah Putih di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai akan berdampak negatif terhadap minat usaha di Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Economic Researcher dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Adinova Fauri, dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Adinova menyoroti bahwa bertambahnya jumlah Kementerian akan memicu isu ego sektoral antar lembaga.
"Ada permasalahan klasik yang kita dengar, yaitu ego sektoral. Dengan semakin banyak Kementerian, akan semakin banyak muncul ego sektoral ini yang harus segera ditangani," ungkapnya.
Baca juga: Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Butuh Evaluasi dan Reshuffle untuk Memaksimalkan Kinerja
Ego sektoral ini, lanjut Adinova, sering kali muncul di berbagai kementerian saat menjalankan tugas di lapangan.
Hal ini bisa menghambat kolaborasi dan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, Adinova menambahkan bahwa penambahan jumlah Kementerian juga akan memperbanyak regulasi yang diterbitkan, seperti surat dari berbagai Direktorat Jenderal (Ditjen) dan Peraturan Menteri (Permen).
"Adanya ego sektoral dan beragam aturan baru tentunya akan menghambat iklim usaha di Tanah Air," paparnya.
Kepastian berusaha, menurutnya, adalah isu yang sangat penting saat ini, terutama di tengah fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak dan penurunan jumlah kelas menengah.
Adinova juga mencatat bahwa upaya reformasi regulasi di era Presiden Jokowi tidak dilakukan secara sistematis, sehingga banyak implikasi turunan dari pembentukan Kementerian yang baru.
"Dari sisi kepastian berusaha, ini menjadi tantangan," pungkasnya.
Sebagai informasi, jumlah Kementerian di era Presiden Prabowo Subianto lebih banyak dibandingkan dengan era Joko Widodo.
Saat ini, terdapat 48 Menteri yang dilantik, yang terdiri dari 7 Menteri Koordinator dan 41 menteri teknis.
Beberapa Kementerian yang dipecah antara lain Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Koperasi dan UMKM.