News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Putusan MK: Perumusan Kebijakan Pengupahan Wajib Libatkan Pemda

Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Konstitusi Saldi Isra ketika membacakan pertimbangan dalam sidang pengucapan putusan perkara uji materiil nomor 168/PUU/XXI/2024 tentang Undang-Undang Cipta Kerja dalam sidang di Gedung MK Jakarta, Kamis (31/10/2024)

Aspek itu meliputi upah minimum, struktur dan skala upah yang proporsional, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu, bentuk dan cara pembayaran upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Ia mengatakan hal tersebut tentunya tidak dapat diputuskan dan ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah pusat.

"Artinya, penyusunan kebijakan pengupahan tersebut harus melibatkan banyak pihak. Kekhawatiran para Pemohon atas tidak adanya peran pemerintah daerah tidaklah beralasan," ucap Saldi.

"Karena keberadaan pemerintah daerah justru ditegaskan oleh Pasal 98 ayat (1) dalam. Pasal 81 angka 39 UU 6/2023 yang memiliki kewenangan dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan melalui dewan pengupahan," sambungnya.

Dengan adanya kewenangan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan, lanjutnya, dapat menjadi salah satu upaya daerah untuk memastikan bahwa kebijakan perumusan pengupahan merupakan bukti adanya sikap responsif terhadap upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak. 

Hal ini, sambungnya, mengingat pemerintah daerah memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai potensi, tantangan, dan realitas yang dihadapi oleh tenaga kerja dan pengusaha di daerah mereka masing-masing.

"Selain pemerintah daerah yang harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan pengupahan, peran dewan pengupahan juga memegang arti penting untuk terlibat aktif dalam memberikan saran dan pertimbangan yang bermakna agar dapat tersusun sebuah kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah pusat," kata Saldi.

Terlebih, lanjutnya, unsur dari dewan pengupahan tersebut sesuai dengan tingkatan daerahnya adalah pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi. 

Oleh karena itu, kata Saldi, pemerintah pusat tidak dapat menetapkan kebijakan pengupahan tanpa sungguh-sungguh memerhatikan aspirasi daerah termasuk pemerintah daerah melalui proses yang bersifat bottom up.

Baca juga: Lirik Lagu POWER - G-Dragon dan Terjemahannya: Now I Got the Power, The Power Power-up

Ia mengatakan dalam hal ini, apabila dicermati secara seksama norma Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU Cipta Kerja telah ternyata sama sekali tidak memuat ketentuan berkenaan dengan keterlibatan dewan pengupahan daerah. 

Padahal, kata Saldi, dalam perumusan kebijakan pengupahan telah ditentukan dalam Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39 UU Cipta Kerja yang mengatur keterlibatan dewan pengupahan yang di dalamnya terdapat keterlibatan pemerintah daerah.

Dengan demikian, untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian dalam penetapan kebijakan pengupahan maka ketentuan Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023, menurut Mahkamah, perlu dilakukan pemaknaan "dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebujakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan".

"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, oleh karena norma Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 tidak secara tegas melibatkan dewan pengupahan daerah termasuk pemerintah daerah dalam penetapan kebijakan pengupahan," ucap Saldi.

"Maka dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian," sambungnya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini