TRIBUNNEWS.COM - Harga minyak mentah di pasar global mengalami penurunan signifikan lebih dari dua persen, mencatat kerugian terbesar dalam pekan ini.
Penurunan harga minyak ini merupakan dampak dari prospek permintaan yang suram di China, yang merupakan salah satu importir minyak terbesar di dunia.
Mengapa Harga Minyak Mentah Turun?
Berdasarkan laporan dari Reuters, harga minyak mentah Brent turun sebesar $1,52 atau sekitar 2,09 persen menjadi $71,04 per barrel.
Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS anjlok $1,68 atau 2,45 persen, menjadi $67,02 per barrel pada tanggal 16 November 2024.
Penurunan ini terjadi setelah Biro Statistik Nasional China merilis data yang menunjukkan bahwa kilang-kilang minyak di negara tersebut memproses minyak mentah 46 persen lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year).
Apa Penyebab Penurunan Permintaan Minyak di China?
1. Penutupan Pabrik dan Pengurangan Operasi Kilang: Banyak kilang independen di China yang mengurangi operasi mereka, berimbas pada berkurangnya throughput kilang.
2. Lemahnya Pertumbuhan Sektor Manufaktur: Kinerja sektor manufaktur yang lemah, disertai dengan permasalahan di sektor properti, turut menekan harga minyak.
Investor semakin khawatir akan kesehatan ekonomi China, sehingga banyak yang mengambil sikap menunggu dan melihat (wait and see).
Apa Implikasi Penurunan Harga Minyak Ini?
Dengan adanya tekanan dari Tiongkok, harga minyak AS diperkirakan akan terus terjaga di bawah $69 per barrel.
Hal ini diprediksi akan terjadi karena munculnya surplus besar pada tahun 2025.
Proyeksi dari para analis menunjukkan adanya perlambatan permintaan global di tahun ini.
Namun, Badan Energi Internasional (IEA) tetap optimis bahwa pasokan minyak global akan melebihi permintaan pada tahun 2025, berkat suplai tambahan dari negara-negara pengekspor minyak lainnya seperti Rusia.
IEA juga menaikkan perkiraan pertumbuhan permintaan pada tahun 2024 sebesar 60.000 barrel per hari menjadi 920.000 barrel per hari, dan menargetkan pertumbuhan permintaan minyak pada 2025 menjadi 990.000 barrel per hari.
Apa Kata Para Analis?
John Kilduff dari Again Capital mengungkapkan bahwa, "Hambatan dari Tiongkok terus berlanjut, dan stimulus apa pun yang mereka ajukan dapat dirusak oleh putaran tarif baru oleh pemerintahan Trump." Ini menunjukkan bahwa meski ada potensi peningkatan permintaan di masa depan, faktor-faktor eksternal dan kebijakan pemerintahan akan sangat mempengaruhi pasar.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, pemantauan terhadap kondisi ekonomi China dan kebijakan perdagangan internasional menjadi krusial dalam memahami pergerakan harga minyak di masa mendatang.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).