Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Per tanggal 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya dibanderol 11 persen, menjadi 12 persen .
Adapun kenaikan Pajak PPN 12 persen implementasi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PPN sendiri merupakan salah satu pajak yang wajib dibayarkan masyarakat saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Barang-barang yang terdampak kenaikan diantaranya benda elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan yang diproduksi kemasan, serta kendaraan bermotor.
Baca juga: Ekonom: Paksakan PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari Akan Turunkan Daya Beli Masyarakat
Kemudian, dalam peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 71/PMK.03/2022 disebutkan, jasa yang kena PPN meliputi pengiriman paket, jasa perjalanan wisata, jasa penyelenggara perjalanan ibadah keagamaan, hingga penyelenggaraan penyediaan voucher. Selain itu, tiket pesawat domestik juga masuk dalam objek pajak pertambahan nilai.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan kenaikan PPN menjadi 12 persen diberlakukan karena 3 alasan, yakni untuk menggenjot pendapatan negara, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta untuk menyesuaikan standar internasional.
Namun sejumlah pakar ekonomi menilai kenaikan PPN bisa menimbulkan efek domino, di sektor informal kebijakan ini berpotensi mengurangi kemampuan belanja masyarakat.
Dampaknya prospek investasi di Indonesia yang bisa jadi memburuk. Pada akhirnya, target pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai.
Selain itu dampak dari kenaikan PPN juga dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Jika permintaan turun, alhasil perusahaan pendapatan perusahaan bakal menurun drastis, untuk menekan kerugian akibat permintaan yang menurun para perusahaan besar kemungkinan besar bakal melakukan PHK.
Adapun kenaikan PPN jadi kali kedua yang pernah dialami Indonesia, sebelum tahun 2022, PPN di Indonesia awalnya dipatok 10 persen.
Tarif ini tak berubah dari tahun 1983 tepatnya zaman Orde Baru hingga akhirnya di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, tarif PPN kemudian naik menjadi 11 persen pada 1 April 2022.
Berikutnya per 1 Januari 2025 atau di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, PPN akan kembali naik menjadi 12 persen.
Tarif PPN Indonesia Tertinggi di ASEAN
Dengan tarif pajak 12 persen, kini Indonesia menempati peringkat pertama bersama dengan Filipina, sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di regional Asia Tenggara (ASEAN).
Menurut laporan Worldwide Tax Summaries yang dirilis PricewaterhouseCoopers (PwC), pajak Indonesia sejauh ini lebih tinggi bila dibandingkan pajak barang dan jasa negara-negara di ASEAN lainnya, missal Singapura yang hanya dibanderol 9 persen, sementara pajak barang dan pelayanan di kamboja dan Vietnam masing-masing dipatok 10 persen.
Di posisi selanjutnya ada Malaysia yang memberlakukan tarif Pajak Layanan 8 persen dan 10 persen untuk Tarif Pajak Penjualan barang, di posisi selanjutnya ada Thailand dan Laos yang hanya mematok tarif PPN a sebesar 7 persen.
Disusul dengan Myanmar yang memberikan standar pajak komersial sebesar 5 persen dan peringkat terakhir Timor Leste yang hanya menerapkan pajak penjualan impor sebesar 2,5 persen.
Besaran tarif PPN, pajak barang dan layanan di ASEAN per 2024:
1. Filipina 12.0 persen
2. Indonesia 11.0 persen
3. Kamboja 10.0 persen
4. Vietnam 10.0 persen
5. Singapura 9.0 persen
6. Malaysia 8.0 persen
7. Thailand 7.0 persen
8. Laos 7.0 persen
9. Myanmar 5.0 persen
10. Timor Leste 2.5 persen