TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengolahan yang profesional limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) bisa mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Salah satunya melalui pemanfaatan limbah cair tersebut untuk pengurangan impor pupuk dari luar negeri dan penggunaan energi terbarukan yang dihasilkan dari limbah cair tersebut.
Ketua Dewan Pakar Pusat Kajian, Advokasi, dan Konservasi Alam (Pusaka Kalam), Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA mengungkapkan hal tersebut menanggapi hasil Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) secara Optimal dan Berkelanjutan” di IPB Bogor, beberapa hari lalu.
Baca juga: Temuan Ombudsman RI Terkait Tata Kelola Sawit Dinilai Harus Jadi Perhatian Semua Pihak
"Pengurangan impor pupuk akan meningkatkan efisiensi dan daya saing industri kelapa sawit yang akan memberikan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat di sepanjang rantai pasok nasional pada industri kelapa sawit, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan nasional Indonesia," ungkap Prof Yanto Santosa dalam keterangannya di Jakarta pada Minggu (24/11/2024).
Untuk mencapai hal tersebut, lanjut Yanto Santosa, dukungan pemerintah di semua kementerian terkait diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya LCPKS yang melimpah tersebut.
Lebih jauh, pemanfaatan LCPKS juga mendukung pengurangan penggunaan pupuk kimia yang mengakibatkan jejak karbon yang lebih tinggi, yakni dari sejak jejak karbon proses produksi pupuk kimia, kemudian transportasi pupuk kimia sampai dengan aplikasinya di lapangan.
Menurut dia, pengurangan penggunaan pupuk kimia juga berdampak pada penurunan biaya operasional secara signifikan yang pada gilirannya akan berdampak pada indeks kinerja dan harga tandan buah segar (TBS) petani yang lebih baik karena biaya operasional menurun.
"Oleh karena itu, pemanfaatan LCPKS sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan, ekonomi dan agronomi menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut," paparnya.
Diakuinya, masih banyak pihak belum memahami jika dikelola secara professional, potensi LCPKS sangat besar yang bisa menjadi sumberdaya multimanfaat dari aspek lingkungan, agronomi, dan ekonomi. Selama ini, masyarakat masih menganggap bahwa LCPKS adalah limbah atau sampah berbahaya yang harus dibuang.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan LCPKS berpeluang memberikan manfaat untuk lingkungan, agronomi maupun ekonomi. Di antaranya : LCPKS sebagai nutrisi organik melalui Land Application (LA), LCPKS sebagai sumber bahan bakar hingga pemenuhan produk Low GHG dengan methane capture (MC).
Baca juga: Temuan Ombudsman RI Terkait Tata Kelola Sawit Dinilai Harus Jadi Perhatian Semua Pihak
"Beberapa alternatif dari pemanfaatan LCPKS selain LA dan MC, misalnya dengan pengolahan berbasis alam dengan kombinasi LCPKS dan lalat BSF (Black Soldier Fly) serta jangka panjang dapat bermanfaat sebagai bioplastic," ungkap Prof Yanto Santoso.
Dia juga menyoroti masih adanya sejumlah permasalahan dalam pemanfaatan LCKPS secara optimal. Pertama, ketidakjelasan regulasi, dengan dicabutnya Kepmen LH No. 28/2003 dan No. 29/2003 oleh Permen LHK No.5/2021 menyebabkan tidak adanya baku mutu teknis pemanfaatan LCPKS untuk aplikasi tanah (Land Application).
Kedua, Permen LHK No. 5/2021 belum mengatur secara detail prosedur, standar baku mutu, serta waktu pengurusan persetujuan teknis (Pertek) dan Surat Kelayakan Operasional (SLO). Ketiga, minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengawasan industri sawit.