Keempat, patut diduga masih terdapat beberapa perusahaan yang kurang disiplin dalam pelaksanaan aplikasi LCPKS di lapangan sehingga terindikasi adanya kebocoran/limpasan LCPKS yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
Sebelumnya, pada saat FGD, Prof. Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng., Ph.D. dari ITB Bandung menguraikan tiga tantangan utama dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) di masa depan. Pertama, keterbatasan lahan menjadi isu mendesak karena peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang untuk pengolahan limbah.
Kedua, regulasi lingkungan yang semakin ketat mengharuskan industri mengadopsi langkah-langkah untuk mengontrol dan mencegah pencemaran dengan standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut pengembangan teknologi yang hemat energi, ramah lingkungan, namun tetap terjangkau secara ekonomi.
Di sisi lain, dia juga memaparkan prospek positif dari pengelolaan LCPKS. Limbah ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi terbarukan melalui pengolahan biogas, serta dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang kaya nutrisi untuk pertanian. Selain itu, penerapan teknologi hybrid menjadi salah satu solusi inovatif untuk memaksimalkan efisiensi pengolahan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
“Dengan menggabungkan pendekatan teknologi yang canggih dan kebijakan berkelanjutan, tantangan yang ada dapat diatasi, sementara peluang besar dalam pengelolaan LCPKS dapat dimaksimalkan,” ujar Prof Tjandra.
Percepat Revisi Regulasi
Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, lanjut Prof Yanto Santoso, pemerintah perlu mempercepat revisi regulasi yang mendukung dan mempermudah pengelolaan/pemanfaatan LCPKS secara optimal dan berkelanjutan dengan melibatkan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, LSM, dan perusahaan.
"Perusahaan perlu juga meningkatkan transparansi pengelolaan limbah dan melaporkan secara rutin kepada instansi terkait," ungkapnya.
Ke depan, dia mengungkapkan diperlukan penelitian dan inovasi teknologi pengolahan dan atau pemanfaatan LCPKS sehingga memiliki nilai tambah ekonomis optimal dengan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) maksimal sehingga menjamin keberlanjutan.
Selanjutnya, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat dan risiko LCPKS dari aspek lingkungan, agronomi, dan ekonomi.
"Dalam prakteknya, kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian dalam implementasi pemanfaatan LCPKS. Oleh karena itu, aspek pembinaan dan pengawasan dari pemerintah di lapangan perlu ditingkatkan," tandasnya.