News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebijakan Penyeragaman Kemasan Dinilai Kontradiktif dengan Asta Cita Presiden Prabowo 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek berisiko menyulitkan aktivitas pengawasan perihal rokok legal dan ilegal.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, mengatakan bahwa ada lebih dari jutaan orang yang bergantung pada industri tembakau, baik secara langsung maupun tidak. 

Dengan kontribusi besarnya selama ini, inisiasi Kemenkes berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun serta akan mengganggu banyak sektor terkait.

Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sebagai salah satu aturan yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, menurutnya, tidak sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. 

“Ini kontradiktif dengan Asta Cita Presiden Prabowo karena target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan tax ratio akan terganggu," ujar I Ketut Budhyman melalui keterangan tertulis, Kamis (28/11/2024).

"Kalau aturan ini disahkan, akan ada 2,2 juta orang yang lapangan kerjanya tergerus. Kami berharap pemerintah baru akan lebih memperhatikan sektor tembakau dan meninjau ulang, menghentikan dulu pembahasannya,” tambahnya. 

Budhyman juga menyoroti penurunan target cukai rokok di tahun sebelumnya merupakan imbas dari tekanan regulasi pemerintah terhadap daya dukung industri tembakau. 

Adanya penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan semakin menekan berbagai sisi industri tembakau. 

“Tidak hanya produsen dan pekerja, hak konsumen juga terdzolimi karena tidak bisa menentukan merek, yang nantinya akan membuat produk legal dan ilegal terlihat sama,” pungkasnya.

Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI), Junaidi, mengatakan penolakan ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu kepada Kementerian Kesehatan karena dinilai tidak adil bagi pedagang kelontong hingga asongan. 

Junaidi memaparkan, hampir 50% penjualannya berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet mereka dan menyulitkan pada praktik penjualannya di lapangan.

“Bukan hanya kami yang didiskriminasi, realitasnya kami masyarakat madura, dengan wacana terkait penyeragaman kemasan rokok ini akan membuat kacau di lapangan," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini