Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen dirasa kurang mengakomodasi kebutuhan pengusaha.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam menyatakan, pengusaha menghormati upaya Presiden Prabowo Subianto mengambil jalan tengah dalam menetapkan UMP 2025.
Namun, ia menilai angka yang ditetapkan kurang ideal bagi pengusaha.
"Kami hormati ini kan keputusan Presiden yang berusaha untuk berdiri di jalan tengah. Cuma untuk pengusaha kan kurang tengah," katanya kepada wartawan, dikutip Jumat (6/12/2024).
Bob memandang kenaikan 6,5 persen sebagai angka yang memberatkan pengusaha.
Ia menilai kenaikannya terjadi di saat tidak tepat, di mana terdapat penurunan permintaan pasar akibat daya beli konsumen yang turun.
Alhasil, Bob mengungkap bahwa perusahaan berpotensi melakukan efisiensi, termasuk pengurangan jumlah karyawan, demi menjaga kelangsungan usaha.
"Sudah pasti perusahaan-perusahaan demi menjaga daya saingnya, dia akhirnya melakukan efisiensi, pengurangan karyawan, dan sebagainya," ucap Bob.
Bob berpendapat bahwa upah itu semestinya dibagi menjadi dua, yaitu upah minimum dan upah bipartit.
Upah minimum disebut bisa ditetapkan serendah-rendahnya, di mana dalam hal ini ia mengusulkan angka sebesar 3,5 persen yang sudah disesuaikan dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Berikutnya, ada upah bipartit yang bisa dirundingkan antara perusahaan dan serikat pekerja.
"Jadi kalau perusahaannya mampu, jangankan 6,5 persen, lebih dari itu juga silakan, tapi diputuskan secara bipartit karena yang mengetahui situasi perusahaan itu kan perusahaan dan serikat pekerja di situ," ujar Bob.