Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah Over Dimension Overload (ODOL) di Indonesia menjadi isu yang kompleks dan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Bahkan kendaraan membawa muatan melebihi kapasitas yang ditentukan atau melebihi ukuran standar yang diizinkan ini sudah ada sejak zaman penjajahan.
"Setelah merdeka, budaya itu terus berlanjut hingga sekarang. Nah, ODOL itu sudah menjadi darah daging di masyarakat,” ujar Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono dalam keterangannya belum lama ini.
Baca juga: Ketua KNKT Desak Presiden Prabowo Bentuk Tim Penyusun Blueprint Penanganan Truk ODOL
Dalam pembahasan lebih lanjut, Soerjanto menjelaskan bahwa pengangkutan barang dengan berat tepat 30 ton itu sulit dilakukan.
“Susah untuk orang mau menaikkan barang 30 ton itu persis 30 ton. Itu susah, pasti ada saja kelebihannya sehingga penting bagi petugas jembatan timbang untuk memahami adanya batas toleransi yang diberikan terhadap muatan truk," katanya.
Soerjanto menyebut kelebihan muatan truk hingga 18 persen masih bisa ditoleransi secara teknis apalagi alat timbang sering kali menghasilkan kesalahan pengukuran.
“Alat timbang itu tidak pernah ada yang pas, pasti ada saja kesalahan ketelitiannya sehingga secara teknis, truk itu masih tidak dikategorikan ODOL jika masih memiliki kelebihan muat sebesar 18 persen,” ujar Soerjanto.
Untuk mengubah kebiasaan ODOL ini diperlukan upaya besar dan pendekatan yang komprehensif.
KNKT telah merekomendasikan agar proyek-proyek pemerintah dan BUMN tidak menggunakan truk ODOL.
Baca juga: Aturan Truk ODOL Belum Kunjung Berlaku, Menperin: Industri Minta Fleksibilitas
“Truknya harus tertib, STNK dan KIR-nya hidup dan tidak ODOL. Tapi ternyata sampai sekarang juga proyek-proyek mereka itu tidak pernah lepas dari ODOL,” ungkap Soerjanto.
Ia menilai bahwa jika pemerintah dan BUMN tidak dapat memberikan contoh yang baik, maka masalah ODOL tidak akan pernah terselesaikan.
Meskipun KNKT telah mengajukan usulan tersebut, Soerjanto mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada respons dari pemerintah maupun BUMN.
“Mereka juga mungkin bingung mau respons bagaimana. Saya nggak tahu masalahnya apa,” kata Soerjanto.
Baca juga: Menhub Budi Karya Geram Banyak ODOL di Indonesia: Harus Tindak Tegas