News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Rokok Naik

Penyebab Harga Rokok Naik Per 1 Januari 2025, Termasuk Vape, Ini Daftar Rinciannya

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Febri Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kemasan rokok. Per 1 Januari 2025, harga rokok dipastikan naik, termasuk rokok elektrik berikut daftar rinciannya

TRIBUNNEWS.COM - Per 1 Januari 2025, harga rokok dipastikan naik.

Tak hanya menyasar rokok konvensional, kenaikan harga juga menyasar rokok elektrik atau vape. 

Penyebab harga naik pada harga jual eceran (HJE) rokok batangan dan rokok elektrik telah diterangkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani mengatakan kenaikan hanya untuk HJE, sedangkan cukai hasil tembakau (CHT) tetap. 

"Mengenai HJE dapat kami sampaikan 2025 akan dilakukan kebijakan penyesuaian HJE dari rokok, dan tidak ada penyesuaian CHT nya," ujar Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (11/12/2024), dikutip dari Kontan.

Askolani menjelaskan kenaikan harga jual eceran di 2025 mempertimbangkan banyak faktor. 

Pertama, untuk memitigasi penurunan perdagangan atau down trading yang terjadi pada 2024. 

Kedua, mempertimbangkan perkembangan industri dan tenaga kerja serta pengawasan dari pita cukai yang dilakukan secara intens. 

"Kemudian, backbone kita untuk pengendalian kesehatan, satu paket kebijakan ini yang menjadi dasar pertimbangan penyesuaian kebijakan harga jual eceran," ungkapnya.

Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga jual eceran (HJE) pada 2025 untuk rokok konvensional dan rokok elektrik melalui dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yakni PMK 96/2024 dan PMK 97/2024.

Tujuan penerbitan PMK ini untuk mendukung pengendalian konsumsi tembakau, melindungi industri tembakau padat karya, dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Baca juga: Kabar Buruk Buat Para Ahli Hisap, Harga Jual Eceran Rokok Naik Mulai 1 Januari 2025

Dalam kedua beleid tersebut, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau. Kendati begitu, pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) hampir seluruh produk tembakau yang mulai berlaku 1 Januari 2025.

Dalam PMK 97/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok pada 2025 yang bervariasi, dengan rata-rata kenaikan sebesar 9,53 persen.

Sementara dalam PMK 96/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya pada 2025 yang bervariasi, dengan kenaikan rata-rata sebesar 11,34 dan 6,19 persen. 

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan seiring dengan terbitnya dua PMK tersebut, pihaknya akan menindaklanjuti dan mengamankan kebijakan tersebut sesuai dengan tugas Bea Cukai.

"Tugas Bea Cukai selanjutnya adalah menindaklanjuti dan mengamankan kebijakan tersebut," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12/2024).

Tindak lanjut yang dimaksud antaranya penetapan HJE per merk rokok, berdasarkan usulan produsen rokok yang mengacu pada PMK baru tersebut.

"Berdasarkan penetapan tersebut, produsen akan mengajukan P3C untuk memesan pita cukai," katanya.

Berdasarkan P3C tersebut, Bea Cukai akan memesan pencetakan pita cukai kepada Konsorsium Peruri. 

Ia menegaskan, layanan tersebut dilakukan Bea Cukai secara elektronik, sehingga ditargetkan pita cukai akan dapat didistribusikan pada Januari 2025 sesuai pemberlakuan kedua beleid baru tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap kebijakan tersebut dapat mengendalikan konsumsi masyarakat dari barang-barang yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.

"Tentu kan kita hanya berharap barang-barang yang untuk kesehatan itu supaya dikurangin. Prinsipnya itu saja," kata Airlangga kepada awak media di Jakarta, Jumat (13/12/2024).

Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, mengatakan kebijakan tersebut akan menambah tekanan daya beli masyarakat, mengingat akan berlaku bersamaan dengan kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di 2025.

"Karena pada saat yang sama kan ada kenaikan PPN, ditambah juga dengan kenaikan HJE rokok. Jadi mungkin ada tekanan si," ujar Fikri dikutip, Jumat (13/12/2024).

Hanya saja, Fikri mengakui bahwa kenaikan HJE akan membantu dalam menjaga kesehatan masyarakat, khususnya dalam mengendalikan konsumsi rokok.

"Karena beberapa survei terakhir kan mengatakan kalau rokok mungkin sumber pengeluaran terbesar ketiga ya untuk masyarakat kelas bawah khususnya," katanya.

Fikri juga menilai efektivitas kebijakan tersebut dalam mengendalikan konsumsi rokok masih belum optimal karena kenaikan HJE lebih banyak mendorong peralihan konsumsi rokok.

Dari sisi inflasi, dia memperkirakan kenaikan HJE bisa menyumbang sekitar 0,2 persen terhadap inflasi keseluruhan pada tahun depan.

Sementara itu, Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menilai kenaikan HJE rokok rata-rata sebesar 9,53 persen pada tahun depan merupakan keputusan yang tepat, mengingat pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT).

"Sudah tepat apalagi kan kalau kita lihat dari berbagai informasi kalau tahun ini tidak ada kenaikan cukai rokok. Jadi saya rasa tepat keputusannya," kata Myrdal.

Meski ada kenaikan HJE, ia melihat kontribusinya terhadap inflasi akan realtif moderat, yaitu sekitar 43 bps seiring dengan penyesuaian daya beli masyarakat akibat kenaikan UMP 6,5 persen maupun kenaikan gaji guru hingga berbagai stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah.

Berikut daftar batasan harga jual eceran per batang atau gram buatan dalam negeri di beleid tersebut.

Sigaret Kretek Mesin (SKM)

1. SKM Golongan I paling rendah Rp 2.375 (naik 5,08 persen)

2. SKM Golongan II paling rendah Rp 1.485 (naik 7,6 persen)

Sigaret Putih Mesin (SPM)

1. SPM Golongan I paling rendah Rp 2.495 (naik 4,8 persen)

2. SPM Golongan II paling rendah Rp 1.565 (naik 6,8 persen)

Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT)

1. SKT/SPT Golongan I lebih dari Rp 2.170 (naik 9,5 persen)

2. SKT/SPT Golongan I paling rendah Rp 1.55 (naik 13%) sampai Rp 2.170 (naik 9,5%)

3. SKT/SPT Golongan II paling rendah Rp 995 (naik 15%)

4. SKT/SPT Golongan III paling rendah Rp 860 (naik 18,6%)

Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF)

1. SKTF/SPTF tanpa golongan paling rendah Rp 2.375 (naik 5%)

Kelembak Kemenyan (KLM)

1. KLM Golongan I paling rendah Rp 950 (tidak naik)

2. KLM Golongan II paling rendah Rp 200 (tidak naik)

Tembakau Iris (TIS)

1. TIS tanpa golongan lebih dari Rp 275 (tidak naik)

2. TIS tanpa golongan lebih dari Rp 180 sampai Rp 275 (tidak naik)

2. TIS tanpa golongan paling rendah Rp 55 sampai Rp 180 (tidak naik)

Rokok Daun atau Klobot (KLB)

1. KLB tanpa golongan paling rendah Rp 290 (tidak naik)

Cerutu (CRT)

1. CRT tanpa golongan lebih dari Rp 198 ribu (tidak naik)

2. CRT tanpa golongan lebih dari Rp 55 ribu sampai dengan Rp 198 ribu (tidak naik)

3. CRT tanpa golongan lebih dari Rp 22 ribu sampai dengan Rp 55 ribu (tidak naik)

4. CRT tanpa golongan paling rendah Rp 459 sampai dengan Rp 5.500 (tidak naik)

Sementara itu, pemerintah juga menetapkan batasan HJE untuk setiap jenis hasil tembakau yang diimpor, di antaranya:

1. SKM senilai Rp 2.375 per batang/gram

2. SPM senilai Rp 2.495 per batang/gram

3. SKT atau SPT senilai Rp 2.171 per batang/gram

4. SKTF atau SPTF senilai Rp 2.375 per batang/gram

5. TIS senilai Rp 276 per batang/gram

6. KLB senilai Rp 290 per batang/gram

7. KLM senilai Rp 950 per batang/gram

8. CRT senilai Rp 198.001 per batang/gram

(Tribunnews.com/Chrysnha, Nitis Hawaroh)(Kontan/Dendi Siswanto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini