Sementara, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) saat itu memerintahkan agar PT Sritex tidak langsung melakukan PHK.
Dirjen Pembinaan Hubungan industrian dan Jaminan Sosial Kemenaker, Indah Anggoro Putri meminta para pekerja tidak segera di-PHK sebelum ada putusan inkrah dari MA terkait kasasi yang diajukan PT Sritex.
"Kemenaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerja-nya, sampai dengan adanya putusan yang inkrah atau dari MA," ungkapnya.
Opsi Penyelamatan Prabowo Tidak Jelas
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika pun menganggap opsi penyelamatan dari pemerintah terhadap PT Sritex tidak jelas.
Yeka menegaskan pemerintah harus segera turun tangan jika memang memiliki niat untuk menyelamatkan PT Sritex.
Menurutnya, ada batas waktu yang tidak bisa ditunda terkait penyelamatan PT Sritex yakni sebelum bahan baku tekstil dinyatakan habis.
Yeka menuturkan bahan baku tekstil PT Sritex diperkirakan hanya bisa bertahan sampai tiga pekan sejak dirinya menyatakannya pada 14 November 2024 silam.
"Kan Presiden ngomong mau menyelamati, wakil menteri ngomong mau menyelamati, enggak akan ada PHK satu orang pun, katanya. Pertanyaan saya, ini ada urgent, bahan baku habis mau gimana? Apa contigency plan (rencana darurat) mereka?" ucap Yeka ketika ditemui Tribunnews.com di Hotel Le Meridien Jakarta.
"Makanya Ombudsman memberikan peringatan kepada pemerintah. Kalau kalian memang benar serius mau bantu Sritex, ada masa yang tidak bisa kalian permainkan, yaitu apa? Tiga minggu. Dasarnya apa? Bahan baku habis," sambungnya.
Ombudsman Sempat Endus Kejanggalan Kepailitan Sritex
Pada kesempatan yang sama, Yeka juga menyebut adanya kejanggalan terkait proses kepailitan PT Sritex.
Dia mengungkapkan PT Sritex memiliki utang sekitar Rp20 triliun.
Salah satu pemasok asing asal India, yang berperan sebagai kreditur dengan utang sebesar Rp 100 miliar, berhasil mengajukan pailit terhadap perusahaan tersebut.