News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Riset LSI Denny JA : Publik Lebih Cemas Kondisi Ekonomi Dibandingkan Virus

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Rully Akbar memaparkan survei terkini bertajuk 15 Capres 2024 Yang Lolos Radar di kantor LSI, Jakarta, Selasa (2/7/2019). LSI memprediksi ada 15 orang capres yang lolos radar, diantaranya Ridwan Kamil, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Airlangga Hartarto, Puan Maharani, AHY dan Muhaimin Iskandar dalam Bursa Capres 2024. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA  - Lembaga Riset LSI Denny JA menggelar survei kualitatif mengenai kecemasan publik terhadap pandemi Covid 19.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, masyarakat kini lebih cemas pandemi Corona berdampak pada ekonomi ketimbang berdampak pada kesehatan. 

"Kondisinya masyarakat sekarang lebih mencemaskan ke konteks ekonomi, ketimbang takut virus," kata peneliti LSI,  Rully Akbar melalui telekonferensi, Jumat, (12/6/2020).

Riset tersebut menggunakan metode kualitatif dengan kajian data data sekunder yakni Gallup Poll, Voxpopuli center, dan riset eksperimental oleh Denny JA dan Eriyanto.

Menurut Rully pada awal Maret atau setelah WHO mengumumkan Pandemi, masyarakat lebih cemas bila virus Corona akan menyerang kesehatan. Saat itu 118 ribu warga di 118 negara dinyatakan terjangkit virus dengan angka kematian mencapai 4 ribu orang.

"Apalagi disebutkan bahwa penyebaran virus Corona lebih cepat menular ketimbang dua pandemi sebelumnya yakni SARS dan Mers. Itu menyebabkan masyarakat lebih khawatir dengan kesehatannya," kata Rully.

Baca: Komentari Kasus Corona Tertinggi di Jatim, dr Tirta Akui Keberanian Warga: Nyalinya Gede Banget

Ketika WHO sudah menyatakan Pandemi, negara negara di dunia kemudian mengeluarkan kebijakan mulai dari yang berat yakni karantina atau lockdown, hingga pembatasan sebagian aktivitas. Misalnya Italia yang menerapkan Lockdown sementara Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Lockdown menjadi kebijakan populis, karena didukung data berkontribusi positif dalam penurunan penyebaran, selain anjuran pakar kesehatan, juga kebijakan itu menjawab pertanyaan mengenai virus itu," katanya. 

 Namun, pembatasan-pembatasan  membuat pertumbuhan ekonomi merosot  karena perputaran roda ekonomi menurun.

Tidak semua industri bisa melakukan pekerjaan dari rumah. Oleh karena itu kebijakan pembatasan tersebut mengakibatkan banyak orang di PHK.

"Ketika pertama masyarakat aware dengan corona, di bulan Juni ada turning point, kecemasan terhadap virus mulai turun, tapi kecemasan terhadap kondisi ekonomi meningkat," katanya.

Baca: Usulan Kerja Shift untuk ASN dan TNI/Polri, PT KAI Akan Survei Proporsi Jumlah Penumpang

Berdasarkan penelitian eksperimental Denny JA dan Eriyanto tehadap 240 mahasiswa UI yang ditempatkan pada 8 kelompok responden secara acak kesimpulannya mereka lebih takut pada dampak ekonomi. 

"Ketika diberikan treatmen mengenai dampak ekonomi mereka lebih takut ketimbang saat diberikan treatmen penyebaran virus terhadap kesehatan," katanya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini