Dokter Tonang menyebut informasi ini terbuka bagi masyarakat dan bisa diakses.
"Akhirnya di lapangan beredar produk-produk tes antibodi ini dengan variasi harga yang sangat lebar," ungkapnya.
Menurut Tonang, harga dan merek di pasaran yang sangat variatif membuat tiap rumah sakit maupun laboratorium menggunakan kit yang bervariasi pula.
"Sehingga sempat muncul di media ada anggota dewan yang menyebut 'harganya cuma Rp 30 ribu tapi kok rumah sakit jualnya Rp 300 ribu," ungkap Tonang.
"Jadi yang kami alami di rumah sakit memang harga kit yang kita gunakan berada di kisaran Rp 200 ribu, Rp 250 ribu, Rp 300 ribu, bahkan ada yang Rp 350 ribu," jelas Tonang.
Tonang menyebut, meski beragam variasi merek kit untuk rapid test, rumah sakit pada kenyataannya hanya bisa membeli di kisaran harga tersebut.
"Karena variatifnya harga, hal ini menyebabkan biaya di rumah sakit juga variatif," ujar Tonang.
Beragam Reagen dan Alat Tes PCR
Sementara itu mengenai tes PCR, Dokter Tonang juga menjelaskan hal serupa.
Ada banyak merek reagen dan alat yang digunakan untuk melakukan tes.
"Untuk yang tes PCR, sama juga, reagen yang digunakan bermacam-macam karena mesinnya juga macam-macam," ungkap Tonang.
"Harganya pun beda-beda," imbuhnya.
Tonang juga mengungkapkan, sudah ada seruan agar pemerintah membuat biaya tes rapid dan PCR tidak terlalu memiliki banyak variasi.
"Kami juga menyerukan agar pemerintah melakukan pengaturan semacam HET (harga eceran tertinggi) itu, ada batas atas dan bawah harga," kata Tonang.