Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Perusahaan farmasi AstraZeneca mengatakan bahwa uji coba tahap akhir vaksin yang mereka kembangkan, menunjukkan efektivitas hingga 90 persen dalam melawan virus corona (Covid-19).
Seperti yang disampaikan perusahaan tersebut pada Senin waktu setempat.
Klaim ini tentunya memberikan harapan bagi para petugas kesehatan dunia maupun mereka yang terinfeksi, untuk segera memiliki akses dalam mendapatkan vaksin tersebut.
Dikutip dari laman The Associated Press, Selasa (24/11/2020), vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan diproduksi oleh AstraZeneca ini dianggap lebih murah dan lebih mudah didistribusikan, dibandingkan beberapa pesaingnya.
Baca juga: Penelitian Oxford : Antibodi yang Sudah Sembuh Dari Covid-19 Hindarkan Infeksi Kedua Selama 6 Bulan
Baca juga: Berikut Kisaran Harga 3 Kandidat Vaksin Covid-19 yang Sedang Uji Coba Fase 3
Hasilnya didasarkan pada analisis sementara uji coba di Inggris dan Brazil dari vaksin itu.
Sejauh ini, pada mereka yang menerima uji coba vaksin ini, tidak ada pasien yang harus dirawat inap maupun menghadapi kasus parah Covid-19.
AstraZeneca merupakan perusahaan farmasi besar ketiga yang melaporkan hasil tahap akhir untuk potensi vaksin Covid-19.
Saat ini dunia memang tengah khawatir menunggu terobosan ilmiah yang diharapkan akan mengakhiri pandemi ini.
Covid-19 memang telah menyebabkan kehancuran ekonomi dunia dan mengakibatkan hampir 1,4 juta kematian yang dikonfirmasi akibat infeksi virus tersebut.
Sementara itu pesaing vaksin AstraZeneca, yakni Pfizer dan Moderna pada pekan lalu telah melaporkan hasil pendahuluan dari uji coba tahap akhir mereka yang menunjukkan efektivitas vaksin dalam melawan corona mencapai hampir 95 persen.
Kendati demikian, ada hal yang berbeda dari vaksin yang diproduksi AstraZeneca ini karena tidak harus disimpan pada suhu yang sangat dingin.
Sehingga lebih mudah untuk didistribusikan, terutama di negara berkembang.
Seperti yang disampaikan Kepala Penyelidik untuk Peninjauan vaksin tersebut, Dr Andrew Pollard.