Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Beredar pesan berantai di media sosial dan WAG tentang vaksinasi Covid-19 presiden Jokowi gagal.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban memberikan jawabannya.
Dikutip dari cuitan twitternya Senin (18/1/2021), Zubairi merunutkan jawaban atas isu yang santer berkembang tersebut.
Zubairi menuliskan, isu dimulai dari pesan seorang dokter di Cirebon yang menyatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular (menembus otot) sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat).
Baca juga: Airlangga : TNI dan Polri Diterjunkan untuk Kawal Distribusi Vaksin Covid-19
Zubairi membantah hal itu.
"Apakah benar?Jawabannya tidak benar. Sebab, menyuntik itu tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul "Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat”," tulis Zubairi.
Zubairi juga menyertakan, hasil penelitian yang memperkuat pandangannya bahwa suntikan vaksinasi terhadap presiden Jokowi telah sesuai dan benar.
"Penelitian itu ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000. Intinya, persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis," kata dia.
Baca juga: Dukung Program Vaksinasi, Anggaran Kemenristek Direalokasi Rp 91 M
"Pasalnya, trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya itu mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90. Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar. Tidak diragukan," sambung Zubairi.
Dalam pesan berantai juga disinggung apakah ada risiko terjadi Antibody Dependent Enhancement (ADE), kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan.
"Jawabannya: kan tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga bahwa ADE itu terjadi pada vaksin Sinovac. Dulu pernah diduga terjadi pada vaksin demam berdarah. Saya enggak tahu bagaimana perkembangannya lagi. Silakan dicek," ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, dokterlah yang bisa menentukan ukuran jarum suntik yang digunakan dalam proses vaksinasi.
Baca juga: BPOM: Antibodi Terbentuk Setelah 7 Hari Divaksinasi Covid-19, Jangan Langsung Pesta
"Apakah tubuh kurus dan tidak punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik? Ya kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin," jelas Zubairi.