Saat gelombang infeksi Covid-19 melanda Inggris selama akhir pekan lalu, Menteri Kesehatan negara itu, Matt Hancock mengatakan bahwa varian Delta diperkirakan 40 persen lebih mudah menular dibandingkan varian Alpha.
Sebuah studi yang dilakukan oleh pemerintah India bahkan telah menemukan bahwa Delta sejauh ini telah menjadi strain paling dominan di India.
Sementara provinsi Guangdong di China telah menerapkan sistem penguncian (lockdown) tingkat daerah untuk mencoba mengendalikan peningkatan kasus yang sebagian besar didorong oleh kemunculan varian yang sangat menular ini.
Intinya adalah jika penelitian pendahuluan ini benar-benar akurat, maka varian Delta akan segera menjadi strain Covid-19 paling dominan di dunia dan menyebabkan penyebaran wabah yang begitu cepat di negara-negara yang tidak didukung tingkat vaksinasi yang tinggi.
Di sisi lain, saat ini ada penelitian terbatas mengenai apakah varian Delta menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lainnya.
Menurut Public Health England, data awal menunjukkan bahwa dibandingkan varian Alpha, Delta cenderung menyebabkan pasien harus menjalani rawat inap.
Analisis dari 38.805 kasus berurutan di Inggris mengungkapkan bahwa varian Delta dikaitkan dengan risiko rawat inap 2,61 kali lebih tinggi dalam 14 hari dari tanggal spesimen, dibandingkan varian Alpha.
Angka-angka ini memperhitungkan sejumlah faktor seperti usia, jenis kelamin, etnis, daerah tempat tinggal dan status vaksinasi.
Data dari Skotlandia pun mendukung temuan tersebut dan menunjukkan risiko rawat inap lebih dari dua kali lipat bagi mereka yang terinfeksi varian Delta dibandingkan dengan varian Alpha.