Dia menambahkan market mobil listrik di Indonesia dengan harga Rp300 jutaan paling memungkinkan untuk mendorong transisi dari energi BBM ke listrik.
Tertinggal dari Negara Lain
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendukung migrasi mobil konvensional ke listrik meskipun ada banyak tantangan yang dihadapi.
Tulus menekankan insentif kendaraan bermotor baik itu mobil dan motor harus totalitas agar masyarakat akhirnya mau beralih.
“Dari aspek kualitas udara sangat positif penggunaan mobil listrik namun perlu insentif dan kepastian jangka panjang karena kita pakai kendaraan untuk lebih dari lima tahun,” katanya.
YLKI menyinggung Research Octane Number (RON) BBM di Indonesia yang masih rendah tertinggal dari negara lain.
Baca juga: MMS Group Teken Kontrak Data Center dan Pasokan Listrik untuk Smelter Nikel dengan PLN
Menurut Tulus, RON 90 seharusnya tidak boleh lagi digunakan di perkotaan sepert DKI Jakarta karena dampaknya buruk bagi lingkungan.
Kata dia, di beberapa negara justru sudah mengadopsi Euro 4 sedangkan Indonesia masih belum maksimal menerapkan standar Euro 2.
“Yang saya heran mengapa pemerintah masih memperbolehkan SPBU menjual RON 89, padahal RON 90 saja sudah tidak bagus untuk kendaraan dan emisi karbon yang dihasilkan,” pungkasnya.