LaNyalla menegaskan bahwa untuk memberikan kemudahan bagi dunia usaha dalam membaca peluang dan tantangan, negara juga harus hadir. Karena menjaga iklim dunia usaha dan industri tidak bisa hanya diserahkan kepada KADIN.
“Tidak bisa negara hanya memberi kemudahan berusaha, tanpa memberikan arahan dan pendampingan. Terutama bagi UMKM. Termasuk memberikan informasi yang jelas dan terukur tentang market size. Jangan dibiarkan atau malah pengusaha didorong untuk membuka sebanyak-banyaknya usaha yang sama, tetapi market size sudah terisi penuh,” katanya lagi.
Negara juga harus hadir untuk memastikan bahwa dominasi produk yang ada di market place bukan barang impor. Karena fakta hari ini, tegas Lanyalla, hampir semua market place yang ada 90 persen menjual barang impor.
“Penjualnya orang lokal, produknya impor. Ini tentu membuat prihatin, mengingat nilai transaksi belanja online kita, telah mencapai angka di kisaran 266 triliun rupiah. Dari angka itu, para penjual atau drop shipper di market place hanya mengambil margin dari harga jual sementara nilai tambah utamanya, ada pada produsen di luar negeri,” jelasnya.
Dengan perubahan dan situasi yang Dis-ruptif, menurut LaNyalla masih banyak yang harus dikerjakan dalam menyongsong masa depan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia. Sehingga dalam beberapa kesempatan dirinya selalu mengungkapkan pentingnya membangun kekuatan dan kedaulatan di sektor-sektor strategis, terutama ketahanan Sektor Pangan.
“Termasuk melakukan upaya sistematis untuk menjadikan Desa, sebagai wilayah terkecil, menjadi kekuatan ekonomi. Jangan sampai kita mengalami bencana demografi, dimana saat memasuki era ledakan jumlah penduduk usia produktif, lapangan pekerjaan tidak mampu untuk menyerap,” tuturnya.(*)