News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua DPR : "Tak Semua Usaha Pendisplinan Guru disebut Kekerasan"

Penulis: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ade Komarudin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Indonesia dalam tiga bulan terakhir kembali dihebohkan dengan berita pemidanaan beberapa orang guru sekolah menengah yang dituduh melakukan tindak kekerasan fisik pada anak.

Dua kasus terkini tentang kriminalisasi guru melibatkan nama Nurmayani Salam, guru Biologi SMP 1 kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, dan Samhudi, guru SMP Raden Rahmad Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Bu Guru Maya (panggilan akrab Nurmayani Salam), resmi menjadi tahanan polres Bantaeng sejak Kamis, 12 Mei 2016. Bu Guru Maya dipidana penjara karena diputuskan bersalah mencubit salah seorang anak muridnya yang tidak mau ikut salat Dhuha.

Berbeda dengan bu guru Maya yang sudah menerima inkcraht dari Pengadilan Negeri Bantaeng, pak Guru Samhudi masih akan menghadapi sidang lanjutan kasusnya pada 18 Juli mendatang.

Pak Guru Samhudi juga dituduh melakukan tindak kekerasan fisik pada anak, dituduh melakukan aksi smackdown dan mencubit seorang muridnya ketika menolak ikut sholat Dhuha yang sudah menjadi kebiasaan di sekolah.

"Ini yang kita sesalkan," kata Ketua DPR RI, Ade Komarudin, dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/7/2016).

Pria yang akrab disapa Akom itu menuturkan, Undang-undang (UU) nomor 35 tahun 2014 ini adalah produk penyempurnaan UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Harusnya tidak kontraproduktif terhadap usaha pendisiplinan anak murid di sekolah.

Akom menegaskan bahwa definisi tindak kekerasan pada anak yang diatur pada pasal 1 ayat 16 UU Nomor 35 Tahun 2014 tersebut harus dikaji ulang dan dijelaskan kepada masyarakat batasannya.

"Kalau sampai meninggalkan luka fisik dan psikis memang harus diusut, tapi tidak boleh semuanya dianggap tindak kekerasan. Masak cubit dikit langsung lapor polisi," tuturnya.

Menurut Akom, semua elemen pendidikan harus terlibat aktif dalam mendisiplinkan anak, termasuk para orangtua. "Paradigmanya harus diubah, disiplin itu dibangun dari keluarga dan sekolah. Harus kerjasama. Kalau ada cubit-cubit dikit jangan langsung bawa ke pengadilan lah. Kasihan guru-guru, nanti mereka serba salah," ujarnya.

Meskipun tidak menyetujui tindak kekerasan pada anak, Akom menegaskan bahwa sekolah harus diberikan ruang untuk menjelaskan dan mendamaikan perselisihan tentang tindakan indisipliner. Apalagi jika kasus-kasus yang dilaporkan melibatkan orang tua yang berlatar belakang penegak hukum.

"Penegak hukum harusnya menjadi contoh. Bukan malah mengompori untuk bawa ke pengadilan," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini