TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menyoroti hutan di Jawa Barat yang termasuk kawasan paling kritis di Indonesia karena hanya tersisa 13%, jauh dari standar minimal yang ditetapkan pemerintah yaitu luas minimal 30% dari luas wilayah.
Hal tersebut menjadi sorotan saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Panja Hak Guna Usaha (HGU) dan Alih Fungsi Kawasan Hutan ke Perkebunan Cikole Lembang, Bandung baru-baru ini.
Politisi Gerindra ini menyarankan untuk mencapai target tersebut Pemerintah Daerah dan Kementerian terkait bisa memaksimalkan lahan-lahan pekarangan dan kebun masyarakat.
Jawa Barat itu luas tapi banyak lahannya dimiliki oleh perorangan masyarakat kaya dari Kota bahkan luar Jawa Barat.
Di sini diharapkan Pemda setempat membuat aturan bagi masyarakat yang tidak mengelola tanahnya (membiarkan tidak diurus bertahun-tahun) dicabut saja kepemilikannya lalu diserahkan ke Pemda (negara) agar bisa dimanfaatkan sebagai lahan konservasi atau sebagai lahan terbuka hijau.
“Untuk memenuhi target 30% lahan hijau, Pemda perlu mendata secara rinci ada berapa luas lahan tidur, lahan kosong yang mencapai ribuan hektar di Jawa Barat yang bisa ditanami, apa alasan pemilik tidak mengelola lahan mereka, kasih batas waktu lalu perlukah pemerintah intervensi dengan memanfaatkan lahan yang ada dengan sistem bagi hasil atau kerja sama. Lucunya jika ada lahan terbengkalai tapi tidak mau dikelola, yang begini sebaiknya cabut saja hak kepemilikannya,” tegas Edhy.
Komisi IV melihat pemerintah sepertinya masih menganggap kurang begitu penting masalah konservasi hutan, dilihat dari kebijakan anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang harus mencari sendiri sumber pendanaan untuk menghidupi kementeriannya.
KLHK menghimpun PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) setiap tahunnya yang mencapai 5 triliun, sementara total anggaran yang diterima KLHK hanya 6,1 triliun yang sebagian besar pengembalian dari PNBP tadi.
“Artinya inilah yang kami lihat pemerintah nya yang belum serius bukan KLHKnya karena mereka tergantung kebijakan pemerintah, kesolidan KLHK seharusnya diberikan kepercayaan mengelola anggaran lebih besar lagi, bagaimana juga penyerapannya, arah peruntukannya sesuai dengan tujuan,” imbuh Edhy.
Ironisnya, menurut politisi Dapil Sumsel I ini dari berbagi sumber rata-rata nilai kerugian akibat kebakaran hutan kita pada tahun 2015 lalu mencapai 200 triliun, belum termasuk dampak banyaknya masyarakat yang tidak bisa bekerja akibat kebakaran hutan itu.
Dengan luas hutan mencapai 120 juta hektar dengan alokasi anggaran 6,1 triliun maka tiap hektar hutan hanya 50 ribu rupiah alokasinya per tahun. Dengan kunjungan ini kami berharap memantapkan langkah kami dalam rangka mengawasi pengelolaan kawasan hutan ke depan.
Di lain pihak, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, San Afri Awang mengemukakan bahwa Pemprov Jawa Barat sudah memiliki Perda Kawasan Perlindungan yang memutuskan 45% kawasan Jawa Barat ini sebagai kawasan perlindungan.
Itu artinya mereka memastikan bahwa persoalan air itu nomor satu. Yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, sehingga daerah-daerah up land di Jawa Barat sering berkompetisi dengan kepentingan rakyatnya.
“Dari pengamatan KLHK di Jawa Barat terjadi penurunan praktik perambahan hutan oleh masyarakat sekitar, karena Jawa Barat dikuasai oleh Perum Perhutani dengan menjalankan program-program kerakyatannya yang disebut Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Saya menghimbau pemda segera menindaklanjuti UU Konservasi Tanah dan Air yang dihasilkan oleh Komisi IV sejak tahun 2014 segera diimplementasikan,” papar San Afri Awang.
Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat, Budi Susatijo menjelaskan bahwa Pemprov Jabar memiliki program Citarum Bestari (Bersih Indah dan Lestari) dalam rangka perbaikan lingkungan dari hulu sampai hilir dan melibatkan semua pihak, BUMN, Pemkab/Pemkot, Pemerintah pusat dan provinsi yang bersinergi membangun kawasan yang lebih kondusif dari aspek lingkungan.
“Sungai Citarum merupakan sungai yang terpanjang dan terbesar di Wilayah Provinsi Jawa Barat. Sungai yang mengalir sepanjang 297 km ini membentang dari hulunya di Situ Cisanti yang teletak di kaki Gunung Wayang sebelah selatan Kota Bandung, bermuara di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di Muara Gembong Kabupaten Bekasi,” jelasnya.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perum Perhutani, Teguh Hadi Siswanto memaparkan bahwa di Bandung Selatan Perhutani melakukan pendekatan ke masyarakat agar bisa mengembalikan kembali fungsi lahan atau hutan yang sempat terambah ke asalnya.
Atau dengan menanami lahan tersebut dengan tanaman kopi. Bagaimana kita menekan praktik perambahan hutan dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk ikut membantu menjaga dan mengelola hutan secara arif,” pungkas Teguh. (Pemberitaan DPR RI)