TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR mengadakan kunjungan kerja ke Rumah Sakit (RS) Bethesda Yogyakarta, Selasa (02/08).
Kunjungan tersebut untuk menindaklanjuti indikasi dugaan laporan RS Betesda sebagai pemasok botol bekas yang digunakan dalam kemasan vaksin palsu.
Dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Syamsul Bachri, M.Sc berdialog dengan pihak Rumah Sakit (RS) Bethesda, kemudian laporan itu dibantah pihak Manajemen Rumah Sakit (RS) Bethesda Jogja.
Sebelumnya, nama RS Bethesda muncul dalam bagan penyedia atau pemasok botol bekas untuk mengemas vaksin palsu seusai diproduksi.
Munculnya nama itu seiring pemaparan dalam bentuk bagan berisi 14 RS dan enam orang bidan yang terlibat dalam proses produksi vaksin palsu yang dirilis kepolisian dan kementrian kesehatan.
Tim Kunker Komisi IX DPR diterima langsung Direktur RS Bethesda Dr.R. Gatot Titus Wiratsongko, dalam pertemuan tersebut Pihak RS Bethesda mengatakan bahwa ada pemeriksaan dari kepolisian dan ada oknum dari RS tersebut yang terlibat.
Selain itu, Gatot Titus Wratsongko mengungkapkan pengelolaan kemasan bekas vaksin sebagai limbah medis dilakukan sesuai standar prosedur operasional (SPO) khusus dan sesuai undang-undang.
“Kalau terbukti pihak ketiga memberikan peluang terhadap oknum, atau terlibat dalam pemasokan botol bekas untuk kemasan vaksin palsu, maka akan kami evaluasi. Tindakan itu berarti sebuah pelanggaran kesepakatan,” ujarnya kepada anggota Komisi IX DPR.
Pengelolaan limbah medis diawali dengan mengumpulkan limbah di sebuah tempat khusus untuk mengumpulkan limbah medis, lalu ada proses pembersihan, termasuk membersihkan label kemasan.
Setelah itu, limbah itu diolah oleh pihak ketiga yang telah menjalin kerja sama dengan SPO yang sudah disepakati dalam nota kesepakatan.
Dalam pengelolaan limbah, meskipun sudah diserahkan kepada pihak ketiga, RS Bethesda tetap melakukan pengawasan.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan Dr. Karolin Margret Natasa meminta untuk mengevaluasi kembali terhadap pengelolaan limbah rumah sakit dan penggunaan vaksin palsu, agar tidak terulang kasus - kasus yang serupa, sehingga tidak ada yang di rugikan.
Hal yang sama ditambahkan Anggota Komisi IX DPR Abidin Fikri, jangan sampai yang selalu disalahkan adalah oknum, harus ada model perubahan pengawasan yang lebih ketat lagi terhadap pengelolaan limbah rumah sakit.
Tim Komisi IX DPR melanjukan kunjungan ke gedung baru Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta.
Hal yang dikeluhkan BPOM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan obat dan makanan adalah kurangnya sampel pembanding dan sumberdaya manusia yang terbatas. (Pemberitaan DPR RI)