TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Pidato Presiden Joko Widodo disampaikan, Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo memberikan pernyataan sebagai bentuk refleksi dari Pidato Presiden di bidang energi khususnya pengadaan listrik.
Menurut Mukhtar, mega proyek 35 ribu megawatt yang bertujuan mengatasi defisit listrik masih sulit terwujud.
Hal itu disebabkan perencanaan yang belum matang serta adanya alasan politis.
Bahkan, Program Indonesia Terang yang ingin mencapai target elektrifikasi 97 persen juga belum merata dilakukan di semua daerah.
“Belum ada pernyataan spirit dari pemerintah bahwa proyek ini bisa terwujud. Saya berharap Presiden urun rembuk dulu dengan kementerian teknis, yaitu ESDM dan PLN. Matangkan dulu. Jangan gegabah membuat planning,” ujar politisi Partai Hanura ini.
Mungkin saja, sambung Mukhtar, pertimbangan pemerintah benar ingin membangun proyek 35 ribu Mw, karena melihat kebutuhan energi listrik di daerah.
Akan tetapi, kalau kementerian ESDM dan PLN menyatakan sulit terwujud, tentu sulit juga bagi pemerintah untuk merealisasikannya.
Apalagi, masih ada persoalan politis di internal kabinet soal ini. Antar-menteri masih silang pendapat.
“Kalau tidak terwujud, kan, malu. Bagi saya mimpi, kalau kabinetnya tidak kompak soal proyek ini. Kalau kementerian teknis dan PLN mengatakan tidak bisa, mau bagaimana lagi. Komisi VII sendiri sudah sering mengkritisi proyek tersebut. Saya sempat berharap Menteri ESDM yang baru bisa bahas ini. Ternyata, baru 20 hari menjabat sudah dicopot,” papar mantan Anggota DPRD Provinsi Sulsel itu.
Sementara mengomentari program Indonesia Terang yang ingin menyasar 12.659 desa atau setara 300-500 Mw, politisi dari dapil Sulsel I ini mengatakan, pengadaan listrik di daerah terpencil masih jauh dari harapan.
Di dapilnya sendiri, banyak desa belum terakses listrik. Bahkan, di NTT banyak desa yang sangat tertinggal dan sampai kini belum mendapat penerangan listrik. (Pemberitaan DPR RI)