News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisi II DPR RI Menentang Peraturan PKPU yang Bersemangat Primordalisme

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi II DPR RI Tagore Abubakar saat Rapat Dengar Pendapat dengan KPU tentang PKPU No 6 Tahun 2016 tentang Pilkada di daerah otsus pada Kamis sore, (18/08/2016) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 6 Tahun 2016 tentang Pilkada di daerah otonomi khusus yang muatannya disinyalir mengarah pada primordalisme disayangkan oleh Anggota Komisi II DPR RI Tagore Abubakar. 

Hal itu disampaikan Tagore saat Rapat Dengar Pendapat dengan KPU pada Kamis sore, (18/08/2016) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

PKPU dimaksud yakni dalam pasal 12 yang menyebut jika calon kepala daerah di Provinsi Aceh harus memenuhi syarat sebagai orang asli Aceh.

Ia pun menentang pasal dalam PKPU tersebut karena dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa syaratnya adalah WNI.

"KPU tidak cermat dalam menganalisa itu. Dalam Undang-Undang Aceh juga menyatakan syaratnya adalah WNI," ungkapnya.

Politisi PDI Perjuangan ini pun mengatakan PKPU tersebut harus diperbaiki agar sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Ia pun menyayangkan keteledoran KPU dalam menyusun PKPU.

Sebab, pasal ini jika dibiarkan akan mendorong semangat primordialisme, bukan nasionalisme.  

Menanggapi itu, Ketua KPU Juri Ardiantoro mengatakan, pihaknya akan mempelajari kritik yang disampaikan oleh legislator dari Dapil Nanggroe Aceh Darussalam II tersebut.

Namun, ia mengetahui jika aturan tersebut tidak ada dalam undang-undang khusus tetapi ada dalam Qanun yang merupakan aturan turunan dari UU Aceh.

"Terkait orang asli Aceh, itu tidak ada di UU khusus, tapi ada di Qanun," ungkap Juri. 

Menurut Juri, ia akan memperhatikan apakah keharusan orang asli Aceh sebagai syarat untuk calon kepala daerah akan dipertahankan atau dihapus. 

Dirinya juga menjelaskan saat pembahasan soal syarat itu, KPU hanya menyerap aspirasi dari DPR Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh. 

"Ada aspirasi di dalam proses penyusunan peraturan, karena itu juga hukum positif. Qanun memang berada di bawah UU, kami tentu akan mengkaji ulang kalau itu ternyata bertentangan dengan UU," ujar Juri menjawab peryataan Tagore. (Pemberitahuan DPR)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini