TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport mengantongi izin perpanjangan ekspor konsentrat hingga 11 Januari 2017.
Ini bertentangan terhadap UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Ironisnya, izin perpanjangan dikeluarkan saat Arcandra Tahar menjabat Menteri ESDM di periode yang sangat singkat.
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo di rilisnya, Minggu (4/9), menegaskan, izin itu merupakan pelanggaran atas UU Minerba Pasal 170.
Dalam UU tersebut diatur, perusahaan pemegang kontrak karya yang telah berproduksi wajib melakukan pemurnian di dalam negeri paling lambat lima tahun setelah UU tersebut diberlakukan.
Itu berarti jatuh pada tahun 2014, sehingga saat ini sudah dilarang mengekspor produk mentah atau konsentrat.
Dasar izin yang dikeluarkan pemerintah adalah PP No.1 Tahun 2014 dan Permen ESDM No.11 Tahun 2014.
Kedua aturan tersebut jelas bertentangan dengan UU Minerba.
Bahkan, pemerintah sendiri telah melanggar Permen, khususnya Pasal 13 bahwa perpanjangan izin ekspor diberikan bila pembangunan smelter sudah mencapai 60 persen.
“Saya mendukung pemerintah kembali mengkaji komprehensif atas peraturan perundang-undangan yang ada, terkait izin ekspor konsentrat tersebut. Jika hasil kajian menunjukkan ada pelanggaran, saya kira tidak masalah Menteri ESDM definitif meninjau ulang kebijakan menteri sebelumnya. Lebih tepat lagi bila Pak Luhut merekomendasikan kepada Presiden,” jelas Anggota F-Hanura ini.
Ditambahkan Mukhtar, rekomendasi dari Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Panjaitan, lebih ideal agar Presiden mendapat pemahaman yang utuh soal kontroversi izin perpanjangan ekspor konsentrat.
“Sepanjang niat kita baik, pasti ada jalan keluar dari benang kusut Freeport ini,” tutup Mukhtar. (Pemberitaan DPR RI)