TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Imam Suroso menyoroti minimnya anggaran untuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
“Anggaran untuk BNP2TKI kurang lebih sebesar Rp 470 milliar, ini memang sedikit tetapi saya minta kepada Pak Nusron (Kepala BNP2TKI) dan jajarannya untuk bekerja semaksimal mungkin walaupun anggaranya sedikit,” ujar Imam di sela-sela rapat dengar pendapat dengan BNP2TKI terkait RKA K/L 2017 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (07/09/2016).
Terkait anggarannya yang minim, Politisi FPDI-Perjuangan itu mengatakan Komisi IX akan memperjuangkan itu saat rapat di Badan Anggaran (Banggar).
“Saya minta teman-teman di Banggar untuk memperjuangkannya karena kasus TKI sangat tinggi sekali tetapi anggarannya sangat sedikit,”tuturnya.
Anggota komisi IX DPR Karolin Marget Natasa juga ikut menyoroti terkait masalah TKI, pasalnya, diketahui saat ini TKI ilegal meningkat sekitar kurang lebih 20 persen.
“Ini menjadi konsen bagi komisi IX bahwa kita harus meningkatkan perlindungan kepada tenaga kerja yang berada di luar negeri, apalagi database TKI illegal yang meningkat dalam jumlah yang cukup signifikan,”ujarnya.
Karolin juga meminta BNP2TKI menitikberatkan pada dua hal.
Pertama meningkatkan perlindungan dan pendampingan TKI yang saat ini bermasalah dan mengawasi proses TKI dari pemberangkatan sampai perlindungan di negara tujuan, sehingga TKI mendapatkan hak perlindungan dari negara.
Kedua, perlu ada kekhususan untuk BNP2TKI karena tugas fungsi utama mereka adalah koordinasi, menyelesaikan persoalan melalui pertemuan dan perjalanan dinas.
“Dalam pemotongan yang menjadi prioritas adalah rapat dan perjalanan dinas, bagi lembaga-lembaga yang rapat dan perjalanan dinasnya menunjang hal ini tidak menjadi persoalan tetapi bagi BNP2TKI ini menjadi problem utama,”pungkasnya.
Pihaknya berharap pemerintah bisa melihat kekhususan dari tugas fungsi BNP2TKI, karena memang tugasnya adalah rapat dan perjalanan dinas untuk melindungi TKI dan menemui langsung TKI serta pemangku kepentingan (stakeholders) di dalam maupun laur negeri. (Pemberitaan DPR RI)