TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan harga solar akan berdampak luas kepada masyarakat, khususnya pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Banyak dampak yang terikut dari kenaikan harga solar yang akan diberlakukan pada 1 Oktober 2016.
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengkritik keras rencana pemerintah tersebut, saat dihubungi Kamis (29/9).
Menurutnya, yang paling terpukul dengan kenaikan harga solar itu adalah sektor transportasi, terutama transportasi logistik yang kian mahal.
Multiplayer effect-nya merambah ke sektor perdagangan, perindustrian, pariwisata, UKM, hingga operasional energi listrik.
Hal ini tentu menganggu transportasi yang menggunakan bahan bakar solar serta aktivitas ekspor impor.
“Mestinya harga solar yang turun, bukan harga premium yang diturunkan. Padahal, Pertamina sudah meraih keuntungan dari penjualan solar yang mencapai 1 miliar USD. Kalau solar dinaikkan, sama saja menjatuhkan ekonomi nasional,” tegas politisi Partai Gerindra itu.
Seperti diketahui, pemerintah lewat Kementerian ESDM akan menaikkan harga solar sebesar Rp600, menjadi Rp5.750 per liter dari sebelumnya Rp5.150. Sebaliknya, premium diturunkan Rp300, menjadi Rp6.150 dari sebelumnya Rp6.450.
Bambang mengkritik keras tim ekonomi pemerintah yang dinilainya tak mengerti ekonomi.
Dengan formulasi harga BBM seperti ini, pertumbuhan diproyeksikan tidak akan mengalami kenaikan.
“Pemerintah tidak menguasai ilmu ekonomi. Percuma ada Sri Mulyani dan Darmin Nasution yang diangkat jadi menteri. Mereka ternyata tidak mengerti ekonomi. Kepemimpinan Presiden Jokowi bisa jatuh karena persoalan ini,” tandasnya.
Ditambahkan politisi dari dapil Jatim I tersebut, penurunan harga premium akan berdampak pula pada meningkatnya transportasi privat.
Sebaliknya, penggunaan transportasi massal akan mengalami penurunan, karena masyarakat ramai-ramai menggunakan kendaraan pribadi seiring harga premium yang semakin murah. (Pemberitaan DPR RI)