Komisi V DPR RI dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pagu anggaran 202 sebesar Rp 120,21 T dalam rapat kerja.
TRIBUNNEWS.COM - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat kerja dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rabu (28/8/2019) pagi.
Dalam rapat kerja tersebut, Komisi V DPR RI dan Menteri PUPR membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dalam RAPBN 2020.
Dari rapat itu, Komisi V DPR RI dan Menteri PUPR menargetkan pagu anggaran 2020 sebesar Rp 120,21 T.
Jumlah anggaran ini lebih tinggi dibandingkan alokasi anggaran tahun lalu, Rp 110,73 T.
Rapat dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.
Baca: Ketua Komisi XI DPR RI Minta Anggaran Untuk Pemindahan Ibu Kota Dipecah
Baca: Ketua DPR: Parlemen Modern dan Terbuka Harus Diteruskan oleh DPR RI Mendatang
Baca: Jokowi Akan Beri Arahan bagi Anggota DPR RI Terpilih Periode 2019-2024
Melalui siaran langsung di Youtube DPR RI dan PSCP TV, rapat dibuka oleh Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemi Francis.
Selain itu, hadir pula Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono.
Rapat juga dihadiri oleh 23 anggota dari 7 fraksi.
Setelah pembukaan, Francis menerangkan nota keuangan Presiden Joko Widodo terkait pagu anggaran dalam sidang Paripurna minggu lalu.
Berdasarkan Keterangan Presiden RI atas RUU APBN TA 2020 beserta Keuangannya dalam Sidang Paripurna DPR RI, Jumat (16/8/2019), Pagu yang dianggarkan adalah sebesar Rp 120,21 T.
Pagu tersebut bertambah sebesar Rp 16,34 T dari Pagu indikatif, yakni Rp 103.87 T.
Hal ini sebagaimana telah disampaikan oleh Menteri PUPR pada 12 Juni 2019 silam.
Berikut rincian penambahan dan penyesuaian pagu anggaran di setiap unit organisasi :
1. Inspektorat Jenderal (Rp 15 M)
2. Ditjen Sumber Daya Air (Rp 5,1 T)
3. Ditjen Bina Marga (Rp 4,1 T)
4. Ditjen Cipta Karya (Rp 6,3 T)
5. Ditjen Penyediaan Perumahan (Rp 429 M)
6. Badan Penelitian dan Pengembangan (Rp 11 M)
7. Ditjen Bina Konstruksi (Rp 108 M)
8. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Rp 100 M)
Sementara itu, total pagu anggaran di setiap unit organisasi adalah sebagai berikut :
1. Sekretariat Jenderal (Rp 520 M)
2. Inspektorat Jenderal (Rp 111 M)
3. Ditjen Sumber Daya Air (Rp 43,9 T)
4. Ditjen Bina Marga (Rp 42,9 T)
5. Ditjen Cipta Karya (Rp 22 T)
6. Ditjen Penyediaan Perumahan (Rp 8,84 T)
7. Ditjen Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan (Rp 263 M)
8. Badan Penelitian dan Pengembangan (Rp 452 M)
9. Ditjen Bina Konstruksi (Rp 725 M)
10. Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Rp 199 M)
11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Rp 525 M)
Francis menerangkan, pagu anggaran ini sesuai dengan dua visi yang telah ditetapkan.
Visi pertama, yaitu tetap melanjutkan infrastruktur.
Sementara itu, visi kedua adalah pengembangan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Francis juga mengimbuhkan, pagu anggaran Bina Konstruksi bertambah untuk mempercepat sertifikasi.
Sertifikasi yang dimaksud adalah sertifikasi tenaga kerja konstruksi dan balai-balai pengadaan barang dan jasa di 34 provinsi.
Komisi V dan Pemerintah Sepakat RUU SDA Dibahas di Paripurna
Menurut rilis DPR RI dalam situs dpr.go.id, Rabu (27/8/2019), Komisi V DPR RI dan Pemerintah menyepakati naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) dibawa ke pembicaraan tingkat II atau dibahas dalam rapat paripurna selanjutnya.
Hal tersebut dinyatakan oleh Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis saat memimpin rapat kerja terkait pengambilan keputusan atas RUU SDA pada akhir pembicaraan tingkat I, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
“Apakah naskah Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air tersebut dapat kita lanjutkan pada pembicaraan tingkat dua untuk pengambilan keputusan. Apakah hal ini dapat disetujui?” ujar Fary.
Pertanyaan itu kemudian secara serentak dijawab kata ‘setuju’ oleh seluruh pihak yang hadir.
Pada saat bersamaan, Fary juga membubarkan panitia kerja RUU SDA yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lasarus.
Ia juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah memperjuangkan RUU tersebut.
Fary pun kembali mempertegas janji pemerintah untuk menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan pokok melalui sistem penyediaan air minum.
“Pemerintah telah menjawab mampu untuk melaksanakan apa yang menjadi pertanyaan seluruh fraksi mengenai sistem penyediaan air minum. Untuk itu maka harus segera dicari jalan keluar. Serta implementasi turunan daripada UU yaitu melalui PP (Peraturan Pemerintah) harus segera dikeluarkan secepatnya,” imbuh Politisi Partai Gerindra tersebut.
Menurutnya, ada beberapa catatan khususnya yang dibahas hari ini sebelum pengesahan.
Catatan tersebut berkaitan dengan permintaan pemerintah menambahkan ayat pengecualian guna mengakomodasi penduduk yang memanfaatkan air di daerah konservasi.
“Ayatnya tertuang dalam pasal 33. Karena kita mengingat bahwa ada desa-desa, kurang lebih ada sekitar 5.800 desa yang ada di dalam itu dan kurang lebih ada sekitar 9,5 juta jiwa yang belum diatur dalam RUU SDA serta memanfaatkan air non komersial,” ujarnya.
Senada dengan Fary, Ketua Panja RUU SDA, Lasarus, menilai bahwa alasan pemerintah cukup rasional.
Penambahan itu, menurutnya, tidak lantas menghilangkan semangat bahwa kawasan konservasi dan daerah yang dilindungi bisa dengan mudah dipakai berusaha.
"Saya setuju dengan yang disampaikan pemerintah karena faktanya ada kehidupan masyarakat desa yang sudah turun menurun bahkan sejak kawasan itu belum ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Jadi yang tadinya hanya terdiri dari satu ayat ditambah menjadi 2 ayat," katanya.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadi Muljono berharap RUU SDA dapat menjadi jawaban atas semangat komitmen DPR RI.
Diharapkan pula, pemerintah dapat tegas dalam memaknai penguasaan negara terhadap air.
“Sebagaimana pembatasan pengelolaan air yang tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-11/2013. RUU tentang SDA ini mengatur prinsip mengatur prinsip pengelolaan air di Indonesia secara utuh yang meliputi penguasaan negara dan hak rakyat atas air,” sebutnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)