TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Firman Soebagyo mengusulkan, dalam rencana kerja DPR RI periode 2019-2024 terutama di bidang legislasi agar tidak terlalu banyak, namun harus menyesuaikan dengan rencana kerja pemerintah. Regulasi yang dibutuhkan oleh pemerintah, akan menjadi skala prioritas utama di bidang legislasi.
“Rencana kerja lima tahunan itu harus jelas. Kalau legislasi itu, saya usulkan jangan terlalu banyak kayak yang lalu, tetapi sesuai dengan rencana kerja pemerintah saja. Dalam lima tahun rencana kerja pemerintah, regulasi apa yang dibutuhkan? Itu yang kita bikin skala prioritas utama, baru skala prioritas kedua dan skala prioritas berikutnya,” kata Firman saat dihubungi melalui sambungan telepon, baru-baru ini.
Baca: DPR Siap Laksanakan Pelantikan Presiden
Jadi, lanjut Firman, tahapan-tahapan dalam pembuatan legislasi harus terukur. Ia juga mencontohkan beberapa undang-undang diantaranya tentang Mineral dan Batubara (Minerba), Minuman Beralkohol (Minol) hingga tentang perkelapasawitan yang sangat dibutuhkan regulasinya, namun ternyata masih diabaikan dalam penyelesaiannya.
Ada undang-undang yang kita butuh, namun kita abaikan. Seperti UU Minerba tidak selesai, mengenai Minol yang sampai sekarang masih menimbulkan ketidakpastian investasi. Kemudian perkelapasawitan yang sudah memberikan kontribusi bagi pendapatan negara hampir Rp 500 triliun itu kita abaikan dan tidak kita lindungi dalam peraturan perundang-undangan yang lebih kuat,” rincinya.
Baca: Kembali Jabat Ketua DPRD DKI, Prasetyo Ingin Aplikasi Qlue Kembali Diaktifkan
Ia menambahkan, DPR RI memang mempunyai mandatori pembuatan undang-undang. Tetapi undang-undang itu haruslah diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat berbangsa dan bernegara, bukan untuk kepetingan kelompok atau atas nama orang per orang atau pula atas nama kepentingan asing. Akan sangat bahaya bila pembuatan undnag-undang diintervensi oleh kepentingan kelompok atau golongan.
“Undang-undang yang kita susun, ini harus ada kesepakatan bersama antara Pemerintah, DPR dan DPD RI. Kalau undang-undang yang kita buat, asas manfaatnya bagi bangsa dan Negara ada atau tidak? Memenuhi rasa keadilan atau tidak? Ada diskriminasi atau tidak? Bila diberlakukan, undang-undang ini bisa sejalan atau tidak? Nah kalau tidak, maka itu akan rentan di judicial review,” tukas politisi Fraksi Partai Golkar itu. (*)