TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan, prihatin atas perkembangan jumlah penderita positif terinfeksi virus corona atau covid-19, yang terus meningkat.
Berdasarkan laporan tersebut, jumlah korban meninggal masih tetap sama yaitu 5 orang, dan 9 orang telah dinyatakan sembuh. Sementara itu, dari update di seluruh dunia, sampai Selasa (17/3)/3030 pukul 10.10 WIB, angka infeksi Covid-19 sudah mencapai 182.605 orang di 162 negara.
Menurut Rachmat, apa yang dilakukan pemerintah saat ini maksimal, sangat serius dan berusaha terus memperbaiki sistem, komunikasi, dan proses penanganan medis oleh tim medis yang luar biasa. “Saya melihat upaya yang dilakukan Peresiden Joko Widodo menekan penyebaran virus juga terus diperbaiki, kata Rachmat Gobel, Selasa (17/3/2020), di Jakarta.
Meski demikian, kata Rachmat, pihaknya memberikan beberapa catatan buat pemerintah untuk dijadikan pelajaran di masa mendatang, jika kembali terulang adanya pandemi. Jujur harus diakui, penanganan yang sekarang memang terlihat agak gagap karena kalah cepat dengan kemunculan penderita positif Covid19.
Pemerintah kurang cepat mempersiapkan mitigasi bencana penanganan penyebaran virus corona. Langkah mitigasi juga belum maksimal ketika Presiden Jokowi mengumumkan , begitu mulai terjadi proses penularan dua warga, Senin (2/3/2020).
Penyebaran itu terasa cepat hingga pihak Istana Negara mengumumkan, Sabtu 14 Maret, Menyeri Perhubungan Budi Karya Sumadi dinyatakan positif corona.
Seharusnya, sejak awal ada penularan virus korona di China pada Desember 2019, dan menyebar ke beberapa negara secara cepat, Indonesia sudah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi. Pemerintah seharusnya melakukan dan mempelajari proses mitigasi yang dilakukan oleh negara seperti China, Jepang, Korsel, Singapura, dan beberapa negara Eropa.
Baca: Ketua DPR: Masyarakat Harus Gotong Royong Hadapi Pandemi Corona
Baca: Ketua Komisi X DPR RI Dukung Peran Perguruan Tinggi dalam Penanggulangan Corona Diperluas
Bagaimana mereka menangani pasien sesuai standar WHO sampai virus tersebut berhasil ditekan. Bagaimana mereka sampai akhirnya bisa menyebuhkan pasien yang datang secara masif.
Bagaimana komitmen dan persiapan pemerintah di negara-negara itu mengadakan rumah sakitkarantina untuk isolasi. Dibangun di wilayah atau provinsi mana agar tersekat secara jelas dari ruang publik sehingga tidak menimbulkan konflik. Bagaimana proses pembagunannya, kapan target selesainya, dan bagaimana biayanya agar tidak bermasalah di kemudian hari.
Selain itu, apakah pemerintah perlu segera melakukan pembicaraan dengan parlemen untuk proses alokasi dana talangan. Ataukah ada pos dana darurat yang sudah dialokasikan dalam APBN untuk segera dicairkan begitu terjadi pandemi seperti sekarang ini. Semua itu harus dilakukan secara sistem. Tidak bisa ad hoc atau parsial. Sebab hasilnya akan sia-sia begitu kasus pandemi ini selesai. Begitu muncul pandemi baru, kita kembali gagap lalu kalang kabut.
Hal yang juga tidak kalah pening untuk dipehatikan adalah, bagaimana persiapan rumah sakit rujukan yang benar-benar taat standar operasi prosedur (SOP). Bagaimana sumber daya medisnya memadai dan cukup atau tidak. Persiapan obat, alat pelindung medis, serta logistik ke rumah sakit, baik pangan hingga farmasi bisa berjalan dengan baik atau tidak.
Namun yang paling penting adalah penanganan atau perintah penanganan kasus berada dalam komando satu tangan. Hal Ini penting untuk menetukan jalan atau tidak proses penanganan dan penekanan penyabaran virus corona, hingga minimal dan berhenti.
Rachmat juga mengatakan, diapresiasi koordinasi yang dilakukan antara pusat dan daerah suah lumayan baik dan patut diapresiasi. Namun, demikain lanjut dia, koordinasi masih harus dioptimalkan. Presiden sendiri sampai harus mengingatkan agar daerah tidak mengambil keputusan atau langkah sendiri-sendiri. Presiden Jokowi sendiri sampai mengatakan, dalam upaya penanganan COVID-19 semua kebijakan besar di tingkat daerah harus dibahas dengan tingkat pusat.
Penegasan itu memberikan persepsi bahwa ada kebijakan yang tidak sinkron antara daerah dan pusat. Apabila koordinasi ini tidak ditangani dengan baik dan simultan, akan membingungkan masyarakat. “Saya sendiri akan segera usulkan kepada Ketua DPR agar segera mengadakan rapat dengan seluruh unsur terkait pemerintah dan lembaga. Intinya, membahas pandemi ini dengan segala persoalannya dan mencari solusinya yang efektif,” tutur legislator Partai Nasdem ini.
Persoalan ini, ujar Rachmat Gobel, harus disikapi dengan baik dan cepat. Hal ini dimaksudkan untuk menekan penyebaran yang lebih masih dan upaya penanganan pasien serta penanganan oleh tim medis secara komprehensif. “Saya akan mendorong pemerintah bersiap menghadapi segala kemungkinan terburuk akibat penyebaran virus corona yang masif di dunia, terutama di Indonesia. Mengingat China merupakan episenturm ekonomi dunia. Pukulan yang dialami China pasti akan dirasakan oleh Indonesia,” katanya.
Saat ini China memiliki pangsa pasar sekitar 17% dari total pangsa perekonomian dunia. Diperkirakan dengan kasus ini, dari berbagai lembaga dunia seperti yang disampaikan oleh Lepala Ekonomi Standar & Poor’s untuk Asia Pasifik Shaun Roche maupun analis Oxford Economics pada pada awal Februari 2020, China akan mengalami penurunan pertumbuhan sekitar 0,7-1%. Dengan demikian targetnya akan terkoreksi dari 6,7% menjadi 6,1% atau 6%.
Baca: Komisi IX DPR Sepakat Wisma Atlet Dijadikan Tempat Isolasi Pasien Corona
Penurunan ekonomi China akan menurunkan perekonomian dunia 0,2%. Terlebih China merupakan mitra dagang utama Indonesia, maka setiap penurunan pertumbuhan ekonomi China akan membuat ekonomi Indonesia tertekan. Ekspor komoditas Indonesia bakal terpukul, demikian juga sektor pariwisata.
Oleh sebab itu, perlu antisipasi menyeluruh dari pemerintah, legislatif, yudikatif, pelaku bisnis, dan industri dalam menghadapi guncangan dahsyat ekonomi dunia.
Pasar eskpor Indonesia akan tertekan. Sebab China merupakan pembeli dari sekitar 45% besi, 40% tembaga, dan 15% minyak yang diperdagangkan di dunia. China juga konsumen dari sekitar 30% komoditas beras, 25% kedelai, 20% jagung, dan 17% komoditas gandum yang diproduksi di seluruh dunia.
Korona ini juga telah membuat harga jatuh. Sebagai gambaran pada periode (17-31 Januari) di pasar global, beberapa komoditas mengalami tekanan harga jual. Harga tembaga di pasar dunia turun 12,1%, harga minyak mentah turun 10,2%, dan harga minyak kelapa sawit anjlog 9,6%.
Dampak Tidak Langsung
Pada saat yang sama, pemerintah juga harus mengamati dampak tidak langsung di sektor ekonomi industri dan perdagangan antara Indonesia-China- ASEAN dan global. Tentunya denga melibatkan pembicaraan dengan parlemen, lembaga, dan para pakar yang mengikuti secara seksama berbagai faktor yang bisa menghambat laju investasi dan kegiatan investasi di Indonesia pasca virus corona.
Demikian juga yang harus diperhatikan pemerintah dan mencarikann solusi efektif, yakni harga sejumlah komoditas ekspor dari sektor sumber daya alam juga diperkirkan akan terpukul. Kondisi ini akan memperdalam defisit neraca perdagangan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil sejumlah langkah antisipasi dan harus mengoptimalkan pasar domestik. Memperluas pasar baru ekspor di luar pasar tradisional seperti Afrika dan Asia Selatan. Meski nilai awalnya kecil dibandingkan denga pasar tradisonal. Namun, jika bisa dibuka dengan konsisten dalam jangka panjang akan membuka peluang permintaan yang konsisten di masa-masa mendatang.
Pemerintah harus melakukan misi dagang, pameran dagang dan perjanjian bilateral yang lebih atraktif sebagai kombinasi yang bisa ditempuh dalam kondisi saat ini. Melakukan diversifikasi pasar untuk sawit, pemerintah juga mendesak untuk mewajibakan (mandatory) langkah prospektif peningkatan penggunaan sawit untuk biodiesel. Apakah itu B30 atau akan lebih tinggi lagi dengan komitmen, waktu pelaksanaan dan tahapan yang jelas dan tegas.
Pemerintah bisa memanfaatkan pasar wisatawan domestik meski itu tidak mudah dengan pembatasan akses seperti saat ini. Langkahnya, buat upaya untuk menggairahkan warga melakukan perjalanan ke berbagai destinasi pilihan setelah pasca pembatasan 14 hari. Pemerintah bisa memberlakukan tarif khusus penerbangan untuk merngsang wistan nusantara mau melakukan perjalanan.
Menawarkan berbagai kerja sama dengan pihak maskapai penerbangan yang batal melakukan penerbangan ke China, tentunya tetap dengan pertimbangan mengeliminasi sekecil mungkin adanya penyebaran virus.
Baca: Wabah Corona, Pimpinan DPR Rapat Virtual Putuskan Pembukaan Masa Sidang Paripurna
Terakhir, mengoptimalkan pekerja yang ada. Apakah itu pekerja lokal maupun pekerja dari China yang bertahan di Indonesia. Memanfaatkan momentum virus corona ini untuk memperkuat produksi domestik, terutama industri yang selama ini mengandalkan bahan baku dari China.
Selain itu, banyak industri di Indonesia akan bermasalah karena tidak memperoleh bahan baku. Hal ini tentu di masa mendatang akan sangat berbahaya, karena struktur industri nasional dari tahun akan semakin rentan karena ketergantungan impor yang tinggi terhadap bahan baku, bahan penolong dan barang modal. (BJN*)