TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin mempertanyakan apakah vaksin Covid-19 yang saat ini tengah diteliti oleh Sinovac, China yang bekerja sama dengan Indonesia itu akan efektif dengan mutasi Covid-19 terbaru.
Pasalnya, sebagaimana yang dipaparkan oleh Direktur Lembaga Eijkman Amin Soebandrio, berdasarkan hasil penelitian terakhir, Covid-19 telah bermutasi dengan jenis baru yang sifatnya 10 kali lipat lebih ganas dibanding Covid-19 yang ditemukan akhir 2019 lalu.
Baca: Kemenristek Anggarkan Dana Rp 280 Miliar untuk Pengembangan Vaksin Merah Putih Tahun 2021
Hal tersebut ditanyakan Alex saat rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dan Direktur LBM Eijkman Amin Soebandrio di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (8/9/2020).
“Direktur Lembaga Eijkman memaparkan, ditemukan mutasi virus baru yang lebih ganas dan lebih mematikan. Dan saat ini Sinovac (bekerja sama dengan Indonesia) tengah meneliti vaksin Covid-19, dan hampir jadi (meskipun WHO menyangsikan hal ini). Apakah vaksin itu nanti akan efektif manfaatnya? Mengingat telah ditemukan virus baru (mutan), D914g yang sebenarnya sejak Juni lalu juga sudah diketahui oleh China dan Jerman," tanya Alex
Politisi Fraksi Partai Golkar ini melanjutkan, Presiden Jokowi (sekembalinya Menteri BUMN) dengan bangga mengatakan bahwa Indonesia punya 250 juta untuk vaksin, padahal seharusnya diperlukan minimal 353 juta dengan dua kali vaksin.
Kalau tiga kali vaksin, maka akan jauh lebih banyak lagi. “Kalau semua, masyarakat Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa harus divaksin tentu lebih banyak lagi yang dibutuhkan. Lantas siapakah yang pertamakali akan divaksin?" ucap Alex.
Baca: Uji Coba Vaksin Covid-19 Sinovac Diklaim Aman untuk Lansia
Pada kesempatan itu, Alex juga mempertanyakan pemotongan anggaran yang dialami oleh LBM Eijkman. Pasalnya, saat ini Lembaga Biomolekular tersebut bersama dengan peneliti lainnya tengah memiliki tugas berat, berpacu dengan waktu untuk menemukan vaksin Covid-19.
Sejatinya hal tersebut didukung dengan segala daya upaya yang bangsa ini miliki. Namun kenyataannya, lembaga tersebut malah harus mengalami pemotongan anggaran, padahal anggaran untuk lembaga ini juga tidak besar.
“Tentu tugas berat LBM Eijkman dan kawan-kawan peneliti lainnya, untuk segera berpacu dengan waktu menemukan vaksin itu. Seharusnya didukung dengan segala daya yang dimiliki, tidak perlu dipotong-potong anggaran untuk lembaga-lembaga penelitian ini, tumpahkan dana itu ke situ. Yang lalu kan sudah kecil, eh dipotong lagi. Saya katakana, kalau sudah ketemu vaksinnya, maka yang motong anggaran itu itu jangan dikasih vaksinnya,” tegas Mantan Gubernur Sumatera Selatan ini. (*)