TRIBUNNEWS.COM - UNESCO menetapkan peringatan Hari Buku Sedunia atau World Book Day setiap 23 April untuk mempromosikan peran membaca, penerbitan, dan hak cipta.
Tanggal 23 April dipilih bukan tanpa alasan. Tanggal ini merupakan tanggal meninggalnya sejumlah tokoh sastra terkemuka, termasuk Miguel de Cervantes, William Shakespare, Inca Garcilaso de la Vega, William Wordsworth, dan David Halberstam.
“Laporan UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Hal ini patut mendapat perhatian kita semua," ujar Wakil Ketua DPR RI bidang Kokesa Muhaimin Iskandar atau Gus Ami.
Minimnya minat baca merupakan masalah mendasar yang memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa Indonesia karena sebagian besar keterampilan dan pengetahuan modern.
Selain ini, rendahnya minat baca telah menyebabkan meningkatnya hoax dan disinformasi. Sebab masyarakat pembaca yang terampil - mampu membaca, memahami, mengevaluasi, dan menyaring informasi.
“Literasi yang rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas negara, yaitu jumlah output yang dihasilkan negara tersebut dalam suatu periode. Produktivitas yang rendah akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan yang ditandai oleh rendahnya pendapatan per kapita, yaitu tingkat pendapatan semua orang di sebuah negara jika terdistribusi secara merata. Karenanya kita harus tingkatkan minat baca untuk mewujudkan kesejahteraan," sambung Gus Ami
Rendahnya minat baca juga akan mempengaruhi daya saing kita. Padahal 62 % ratio penduduk Indonesia adalah angkatan kerja produktif. Dimana dari berbagai survei menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan.
Survei Progamme for International Student Assessment (PISA) pada 2015 misalnya, memosisikan Indonesia berada di urutan ke-64 dari 72 negara. Selama kurun waktu 2012-2015, skor PISA untuk membaca hanya naik 1 poin dari 396 menjadi 397.
Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa kemampuan memahami dan keterampilan menggunakan bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada anak-anak Indonesia usia 9–14 tahun berada di peringkat sepuluh terbawah.
“Rendahnya minat baca juga akan menyebabakan kemampuan inovasi kita rendah. Padahal inovasi adalah kunci kemajuan bangsa. Bahkan Demokrasi hanya akan berkembang di suatu masyarakat yang para warganya adalah pembaca,” ujar Gus Ami, mengutip pendapat Daud Yoesoef
Gerkan Literasi Nasional, Gerakan Literasi Sekolah, komunitas pembaca dan berbagai gerakan untuk meningkatkan minat baca harus terus digelorakan.
"Segala inisisasi yang dapat mendorong aktifnya gerakan literasi baik di sekolah maupun di masyarakat harus kita dukung dan kuatkan. Upaya penerbitan bahan bacaan oleh komunitas komunitas lolak harus kita dukung dengan meningkatkan anggaran ataupun fasilutas taman baca di tengah-tengah masyarakat," pungkas Gus Ami.