Puan juga menilai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Target Pembangunan Berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa adanya kemajuan terhadap pencapaian akses terhadap air bersih dan sanitasi layak yang merupakan agenda SDGs-6.
“Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan hak asasi manusia dan merupakan bagian dari hak untuk memiliki penghidupan yang layak. Inisiatif World Water Council (WWC) sejak tahun 1997 di Marrakesh telah membangkitkan kesadaran global untuk memastikan semua orang mendapatkan hak atas air,” paparnya.
Untuk itu pertemuan Parlemen alam rangka World Water Forum 2024 ini dinilai merupakan kesempatan berharga bagi Parlemen untuk berkontribusi memperkuat komitmen, dan menghasilkan langkah konkret bagi pemenuhan kebutuhan mendasar manusia.
Melalui tema ‘Mobilizing Parliamentary Action on Water for Shared Prosperity’ (Memobilisasi Aksi Parlementer mengenai Air untuk Kemakmuran Bersama) pada pertemuan ini, Puan menekankan pentingnya parlemen memperkuat komitmen politik untuk melindungi sumber daya air. Kemudian juga untuk menjadikan air sebagai sumber kesejahteraan bersama.
“Kita harus merumuskan langkah-langkah strategis untukmemastikan ketersediaan, aksesibilitas dan keterjangkauan air bagi semua,” tegas Puan.
Puan menambahkan, dunia harus membuat aksi konkret untuk mengatasi isu air bersih baik di tingkat lokal maupun pada tingkat internasional. Sebab menurutnya, menyelesaikan permasalahan air tidak cukup hanya di tingkat lokal saja.
Oleh karenanya dibutuhkan penguatan kerja sama internasional untuk meningkatkan pasokan air bersih. Pada tingkat lokal, Puan menilai diperlukan berbagai pendekatan, termasuk kearifan lokal dalam meningkatkan upayakonservasi dan tata kelola air.
“Di Bali, kita mengenal Subak, suatu sistem pengairan khas masyarakat Bali yang menjunjung tinggi semangat gotong royong dan penghormatan terhadap alam,” terang cucu Bung Karno tersebut.
Baca juga: Hadiri Welcoming Dinner World Water Forum, Puan Berharap Adanya Hasil Positif
Kemudian di tingkat domestik, Puan menyebut parlemen melalui fungsi anggaran, fungsi legistatif dan fungsi pengawasan dapat berperan besar dalam menegaskan pentingnya pengadaan air bersih bagi masyarakat. Lalu pada tingkat internasional, kerjasama antar negara perlu diperkuat untuk mengatasi permasalahan air, terutama yang dihadapi negara berkembang.
“Kita dapat saling belajar, bertukar pengalaman, mengidentifikasi inovasi dan praktik-praktik terbaik pengelolaan air di berbagai negara,” ujar Puan.
Kerja sama internasional pun dinilai dapat mendiseminasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sumber solusi yang dapat mengubah kelangkaan menjadi kebercukupan. Puan menyebut teknologi maju yang yang berpusat di negara maju seperti untuk penyulingan air bersih, distribusi air, dan efisiensi air perlu segera didistribusikan ke negara-negara berkembang.
“Masyarakat internasional, termasuk Parlemen, harus membantu menjembatani proses alih teknologi ini,” katanya.
Puan pun mengatakan, diplomasi parlemen juga perlu berperan dalammemperkuat hydro-diplomacy. Diplomasi parlemen perlu membantu agar isu air selalu mendapat tempat dalam pembahasan global di tengah dunia yang tengah menghadapi berbagai krisis.
“Dinamika perkembangan di Abad 21 menuntut adanya diplomasi yang lebih inklusif, termasuk dengan partisipasi Parlemen yang lebih aktif dalam mencari berbagai solusi, termasuk guna mengatasi kelangkaan air,” terang Puan.