"Permainan menjadi sangat cepat dan ruang sempit. Setiap tim ingin kompak saat menyerang dan bertahan. Standarnya sangat tinggi di beberapa pertandingan,"ujar Joachim Loew.
Berbicara soal faktor psikis, ada hal lain yang mesti jadi perhatian Loew merujuk pada konsep cocoklogi, istilah yang populer dalam masyarakat Indonesia yang merujuk pada sikap menyimpulkan sesuatu dari beberapa hal yang dianggap memiliki kemiripan.
Hal itu adalah tren gugurnya tim-tim yang berasal dari grup paling sulit di EURO 2020, Grup F.
Grup ini dihuni oleh tim-tim raksasa. Selain Prancis, ada Portugal dan tentu saja Jerman. Satu tim lainnya adalah tuan rumah Hungaria.
Baca juga: Pemain yang Andil Bikin Portugal Keok Dianggap Penipu, Keane: Andai Saya Ronaldo, Saya Skak Habis
Hungaria sudah gugur duluan karena tak lolos ke babak 16 besar EURO 2020.
Adapun Prancis dan Portugal, seperti diketahui harus angkat koper karena secara mengejutkan ditumbangkan lawan-lawannya.
Portugal, sang juara bertahan, kalah secara menyakitkan dari Belgia. Menguasai hampir seluruh statistik pertandingan, Cristiano Ronaldo Cs kalah tipis 0-1.
Prancis tak kalah mengenaskan.
Datang dengan kekuatan serba wah, Kylian Mbappe harus tertunduk lesu seusai kalah adu penalti dari Swiss.
Baca juga: Fakta-Fakta Mengejutkan di Balik Tersingkirnya Prancis dari EURO 2020, Kylian Mbappe Jadi Pesakitan
Akankah Jerman, sebagai alumnus Grup F punya nasib yang sama?
Bisa iya, bisa juga tidak.
Faktor mental dan -lagi-lagi- faktor psikologi pemain bisa jadi pembeda.
Soal itu, Jerman, si Panser baja, sepertinya sudah terbukti bisa membalikkan situasi.
Mereka ditekuk Prancis 0-1 di laga pembuka grup. Namun, Thomas Mueller Cs mampu bangkit dan melibas Portugal 4-2 di laga berikut.