Laporan Wartawan Tribunnews.com, Muhammad Husain Sanusi Dari Makkah
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH – Jemaah haji Indonesia yang menjalankan ibadah haji dengan cara haji tamattu’ diwajibkan membayar Dam atau denda.
Konsultan Ibadah haji Daker Makkah, KH Ahmad Wazir Ali, menjelaskan tentang ketentuan Dam yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia yang menjalankan haji tamattu’.
Menurut beliau, Dam sudah bisa dibayar setelah para jemaah usai mengerjakan umrah wajib meski belum melakukan wukuf di Arafah.
“Sebagian ulama mengatakan pembayaran Dam tamattu sepanjang sudah rampung mengerjakan umrah tamattu nya itu sudah boleh membayar dam,” kata KH Ahmad Wazir, di Kantor Daker Makkah, Kamis (18/7/2019).
Mengenai berapa besaran berapa yang harus dibayar oleh jemaah haji tergantung pada teknik atau cara pembayarannya.
“Disesuaikan dengan tekniknya, tinggal teknik saja bisa langsung menyembelih kambing sendiri dengan cara membeli di pasar kambing dan menyaksikan langsung, itu pertama. Ini ada sisi positif dan negatifnya,” katanya.
Positifnya menurut KH Ahmad Wazir, kita tahu langsung bahwa dam itu sudah terlaksana. Sisi negatifnya, manfaat dari apa yang telah disembelih itu. bisa juga dari yang membeli setelah membeli dan menyembelih, terus kita bagikan langsung kepada fuqoro wal masakin di sekitar tanah haram . nah itu yang aman.
“Tapi kadang kala setelah membeli dan menyembelih di pasar kambing itu diserahkan kepada penjualnya. Itu berarti kembali lagi ke penjual. Meskipun kita husnozon bahwa daging itu akan diberikan kepada tetangga fuqoro wal masakin tapi ada juga daging itu yang diambil oleh pnjual. itu yang perlu kehati-hatian,” kata KH Ahmad Wazir.
Ada juga pembayaran Dam yang dititipkan lewat KBIH masing-masing.
“Secara fikih kita yakin kepada KBIH, itu sudah memenuhi ketentuan fikih, karena sudah percaya kepada KBIH, ketiga, dititipkan kepada seseorang, bisa mukimin. Mukimin ini ada dua versi, ada dua mukimin yang tahu tentang mukimin. Nah mukimin ini hrus tahu tentang hukum sehingga harus sampai ke fuqoro wal masskin sesuai ketentuan fikih,” katanya.
KH Wazir menyarankan lebih aman, dari sisi fikih Dam sebaiknya dibayar lewat Bank Ar rajhi.
“Amannya bagaimana? karena sudah lembaga resmi pemerintah, saya tahu informasi bahwa di bank Rajhi yang mengelola Dam itu, ada tim lajnah yang memverifikasi kesehatan kambing bahwa kambing itu layak atau tidak, nanti ada lagi tim namanya lajnah fikih dari sisi penyembelihan, meski pakai mekanik karena banyaknya kambing, tapi ada penanggung jawabnya, sampai pada distribusinya,” katanya.
Beliau juga mengimbau jemaah haji agar jangan tergiur dengan harga murah kambing.
“Jangan lihat pokoknya kambing yang murah. Belum lagi kita lihat lagi dari filosofi membayar Dam. Filosofi rasullullah menyembelih Dam sampai 100 unta dan yang disembelih sendiri dengan tangan beliau 63 sesuai umur beliau. Sisanya, diperintahkan Ali untuk menyembelih unta itu,”
“Maknanya, Rasululah ingin mengajar umatnya bahwa kecintaan terhadap ibadah, dan Allah, melebih cinta beliau terhadap harta. Ini semua dipersembahkan untuk Allah, makanya yang lebih tepat menggunakan istilah hadyu, kalau fikih istilah dam, kalau dam itu kan menyembelih binatang,”
“Sebagian kitab menyebutkan hadyu, ini kan hadiah. Ini diberikan pada tanah haram, hakikatnya menyembelih binatang untuk dipersembahkan untuk Allah,” pungkas Kyai Wazir.