TRIBUNNEWS.COM - Ibadah haji 2021 akan tiba tak lama lagi. Juli 2021 sudah Idul Adha, berarti jemaah haji seharusnya sudah mulai ke tanah suci sekitar bulan ini.
Saat ini kuota jemaah haji belum diumumkan oleh negara penyelenggara yakni Arab Saudi. Bagaimana skenario jika Indonesia mendapatkan kuota?
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menegaskan hingga saat ini Pemerintah Arab Saudi masih belum memberikan kepastian, terkait jamaah haji yang diperbolehkan melaksanakan ibadah haji.
Hal tersebut disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/201).
"Pemerintah Kerajaan Arab Saudi hingga saat ini belum juga memberikan kepastian, sekali lagi belum memberikan kepastian, apakah penyelenggaraan Haji 1442 H atau 2021 Masehi akan dilaksanakan seperti halnya tahun 2020 yang lalu," kata Menag Yaqut dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (1/6/2021).
Baca juga: Pemerintah Cari Vaksin Johnson & Johnson untuk Calon Jemaah Haji Indonesia
Baca juga: Menag Menegaskan Belum Ada Negara yang Sudah Pasti Mendapat Kuota Haji, DPD RI Minta Penjelasan
Lebih lanjut Menag Yaqut mengatakan jika hingga saat ini tidak ada satupun negara yang sekarang sudah mendapatkan kuota haji.
Karena perihal kuota haji, hanya Pemerintah Arab Saudi saja yang bisa menentukan.
Hingga saat ini pun Pemerintah Arab Saudi masih belum memberikan pengumuman resmi terkait kuota haji ini.
"Tidak ada satupun negara di dunia ini yang memiliki misi haji yang sekarang sudah dapat kuota haji. Karena kuota haji tergantung pada pemerintah Saudi dan pemerintah Saudi belum mengumumkan itu," tegasnya.
Menag Yaqut pun meminta semua pihak untuk bisa menunggu keputusan dari Pemerintah Arab Saudi.
"Ya sudah kuota haji kita tunggu saja. Kalau soal keputusan apakah, Indonesia akan memberangkatkan haji atau tidak, kita tunggu. Satu Dua hari ini akan ada keputusan," ujar Menag.
Skenario Jika Tahun Ini Indonesia Dapatkan Kuota Haji, Wajib Swab Berulangkali dan Penuhi Syarat Vaksin
Namun terlepas dari keputusan Pemerintah Arab Saudi, Menag menegaskan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah skenario untuk perjalanan haji di tengah pandemi ini.
"Kalau skenario semua sudah kita siapkan. Kita sudah membuat skenario misalnya untuk perjalanan haji di masa pandemi ini."
"Harus melalui proses karantina, harus swab berkali-kali, harus ada pembatasan misalnya kamar maksimal hanya boleh untuk dua orang, dan sebagainya detail," terangnya.
Gus Yaqut mengatakan sebelum berangkat para jemaah akan dikarantina selama 3 hari di asrama haji dan melakukan swab antigen mandiri.
"Pra keberangkatan skenario kita, jemaah akan dikarantina di asrama haji selama 3 x 24 jam sebelum kedatangan, di asrama haji jemaah harus terlebih dahulu menjalani swab antigen secara mandiri," kata Gus Yaqut.
Setelah itu para jemaah akan melakukan tes swab PCR sebelum berangkat ke Arab Saudi. Jika positif jemaah akan melakukan isolasi mandiri di asrama haji.
"Menjelang keberangkatan dilakukan tes PCR swab jika negatif jemaah haji dapat di berangkatkan ke Arab Saudi. Namun jika positif akan dilakukan isolasi mandiri di asrama haji," kata dia.
Setelah tiba di Arab Saudi, para jemaah akan dikarantina lagi selama 3 hari di hotel dengan kapasitas maksimal 2 orang per kamar. Di hari kedua, jemaah kan tes swab PCR dan dapat melaksanakan ibadah jika dinyatakan negatif.
"Tiba di Arab Saudi jemaah haji akan dikarantina 3x24 jam di hotel dengan kapasitas maks 2 orang per kamar. Setelah 2x24 jam jemaah haji tes PCR swab jika negatif bisa laksanakan ibadah umrah jika positif akan isolasi mandiri," kata dia.
Selama ibadah haji, ia mengatakan pemerintah Arab Saudi juga menerapkan protokol kesehatan ketat di seluruh rangkaian ibadah di Masjidil Haram bagi atau tawaf. Ia juga mengatakan setelah kembali ke Indonesia, para jemaah akan kembali melakukan isolasi mandiri dan swab PCR. Jika negatif, jemaah dapat kembali ke rumah masing-masing.
"Tiba di Tanah Air jemaah haji akan dikarantina 5 hari di asrama haji dan akan PCR test," tutup dia.(
Menag akan Siapkan Persyaratan Vaksin dari Pemerintah Arab Saudi
Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas angkat bicara soal persyaratan vaksinasi dari Pemerintah Arab Saudi bagi para jamaah haji.
Diketahui Pemerintah Arab Saudi mewajibkan seluruh jamaah haji untuk vaksinasi.
Daftar vaksin yang disetujui oleh Pemerintah Arab Saudi hanya empat, yakni vaksin yang sudah terdaftar dalam list sertifikasi WHO.
Di antaranya ada AstraZeneca, Moderna, Johnson & Johnson, serta Pfizer.
Yaqut mengatakan, terkait persyaratan vaksinasi yang telah dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi, pihaknya hanya bisa menyampaikannya ke Kementerian Kesehatan.
Karena daftar vaksin yang disetujui adalah ketentuan dari WHO.
Namun Yaqut menegaskan akan tetap mempersiapkan syarat vaksinasi bagi jamaah haji tersebut.
"Kalau soal vaksin, WHO yang menentukan, tentu kita hanya bisa sampaikan ke Kementerian Kesehatan. Dan saya sudah sampaikan ke Kemenkes."
"Seandainya Pemerintah Saudi membuka kuota haji untuk seluruh dunia, termasuk di dalamnya Indonesia dengan syarat vaksin yang suidah ditentukan Saudi empat vaksin itu, insyaallah kita akan siapkan syarat itu," kata Yaqut dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (1/6/2021).
Arab Saudi kabarnya memang mewajibkan calon jemaah haji untuk divaksin sebelum tiba di Tanah Suci.
DI sisi lain, mereka juga membatasi hanya ada empat vaksin yang disebut-sebut menjadi syarat diperbolehkannya jemaah haji luar negeri masuk ke Saudi.
Empat vaksin itu yakni AstraZeneca, Pfizer, Johnson & Johnson, dan Moderna. Sedangkan vaksin buatan China yang dipakai Indonesia seperti Sinovac dan Sinopharm, tidak/belum masuk daftar.
”Terkait vaksin yang tadi disampaikan ada 4 vaksin ini, saya kira mungkin yang kompeten menjawab soal vaksin ini adalah Kemenkes," kata Menag yang akrab disapa Gus Yaqut itu, Senin (31/5/2021).
Usaha Dapat Vaksin Johnson& Johnson Ternyata Belum Masuk Permenkes
”Dari isu ini kami sudah merespons bersama Kemenkes, kami sudah mengusahakan untuk bisa mendapatkan 1 dari 4 vaksin yang disyaratkan, kita dapat Johnson & Johnson,” tambahnya.
Mengapa Johnson& Johnson? Gus Yaqut menyebut karena 3 jenis vaksin lainnya yang menjadi syarat bagi para calon jemaah haji sulit dilakukan. AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna, membutuhkan dua dosis dalam rentang waktu tertentu.
Sementara Johnson & Johnson hanya memerlukan satu dosis suntikan.
”Karena kalau dilihat 3 vaksin yang lain ini agak sulit secara teknis kita gunakan untuk jemaah haji. Johnson & Johnson hanya sekali shoot. Kita atas ikhtiar bersama Kemenkes sudah dapat komitmen untuk bisa mendapatkan vaksin untuk jemaah haji,” ujarnya.
Pernyataan Menag ini berbeda dengan penjelasan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. Ia mengatakan vaksin Johnson & Johnson belum termasuk dalam daftar vaksin yang akan digunakan di Indonesia.
”Iya. Belum termasuk dalam Permenkes," kata Nadia, Senin (31/5/2021).
Yang dimaksud Nadia adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020 yang mengatur penetapan jenis vaksin untuk program vaksinasi gratis.
”Menetapkan jenis vaksin Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd, sebagai jenis vaksin Covid-19 yang dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia," demikian bunyi salah satu poinnya. Sedangkan vaksin berbayar atau gotong royong harus di luar 6 vaksin di atas.
Lantas, apakah RI saat ini betul-betul bisa mengadakan vaksin Johnson & Johnson dalam waktu dekat? "Pesan saja belum. Kita harus menunggu rekomendasi BPOM dan ITAGI," ungkap Nadia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/chaerul umam/Anita k Wardhani)