TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Panas terik Kota Makkah tak membuat Saleh, jamaah haji asal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ini mengeluh karena kepanasan.
Bahkan, kakek bernama lengkap Saleh Enggang, berusia 70 tahun, warga Kampung Kepias, Bener Meriah ini saat melaksanakan ibadah Tawaf dan Sai tanpa memakai alas kaki dan tanpa dibantu dengan kursi roda.
"Saya ikut dengan jamaah haji yang muda-muda. Lari-lari kecil saat Sai dan tawaf keliling Kabah tujuh kali, tanpa pakai alas kaki. Saya masih merasa muda," aku Saleh.
Baca juga: Keceriaan Jemaah Haji Asal Papua Tiba di Makkah, Selalu Ingin Salat Dekat Kabah
Saleh kemudian teringat dengan istrinya yang tahun lalu meninggal dunia sehingga tak bisa menunaikan ibadah haji bersama-sama.
Asap rokok terus mengepul dari mulut Saleh, sambil terus melanjutkan ceritanya lagi.Sesekali ia mengusap air matanya saat mengingat istri tercinta.
"Sampai di sini (Kota Makkah red) saya ingat istri saya. Makanya, panas di sini tidak saya hiraukan karena niat berhaji meski sedih tak bersama istri," kata Saleh dengan dialeg bahasa Indonesia yang sesekali dicampur dengan bahasa Aceh.
Kalau bisa, kata Saleh ia ingin mencium Kabah. Namun niat itu belum kesampaian. Lagi lagi ia mengungkap panasnya Kota Makkah yang saat ditemui suhu di sekitar Masjidil Haram berkisar 45 derajat celcius.
"Di sini (Makkah) sudah panas. Tapi bagaimana nanti di akhirat. Kita nanti sendirian disana, makanya saya bersyukur bisa menunaikan ibadah haji tanpa merasakan udara panas. Agar bisa selamat di akhirat, hati harus bersih, jangan kotor atau menyimpang. Hati dan ucapan harus baik, dan harus setia kawan," lanjut Saleh.
Saleh mengaku, di kampung halamannya adalah petani kopi. Sebagian rezekinya ia kumpul selama bertahun tahun untuk bisa berhaji.
"Saya nabung sedikit,sedikit. Anak saya juga bantu agar bisa berhaji karena saya hanya memiliki kebun kopi saja di kampung," kata Salim lagi.