Kelima, upaya yang dilakukan dalam mewujudkan haji ramah lansia adalah mengurangi kegiatan seremonial di embarkasi. Hal ini penting dilakukan untuk agar jemaah tidak kelelahan oleh kegiatan yang semata bersifat seremonial. “Tiap embarkasi sejak awal kita imbau untuk tidak terlalu banyak dan lama menggelar seremonial untuk jemaah, misalnya saat pelepasan dan lainnya. Jika pun diadakan, maka kami minta jemaah lansia untuk tidak dilibatkan agar mereka dapat istirahat di kamar masing-masing,” sebut Subhan.
Keenam, menggelar bimbingan teknis bagi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dengan penekanan pada semangat Haji Ramah Lansia. Bimtek petugas adalah aktivitas yang rutin dilakukan sebagai bagian dari tahapan persiapan. Namun, bimtek tahun ini dikemas sedikit berbeda. Selain penanaman nilai, bimtek juga diisi pelatihan praktis penanganan jemaah lansia dan risti, baik dari aspek kesehatan, pelindungan, dan lainnya.
“Selain penguatan bimtek, tahun ini juga dilakukan penambahan petugas yang disiapkan secara khusus untuk melayani lansia. Ada Bidang Layanan Lansia dalam struktur PPIH. Selain itu, petugas pada sektor khusus Masjid Nabawi dan Masjidil Haram ditambah. Demikian juga dengan tim Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah atau PKP3JH,” sebut Subhan.
Ketujuh, mengedukasi jemaah lansia agar tidak memaksakan diri dan memberikan pemahaman tentang berbagai alternatif kemudahan dalam ibadah haji. Aspek pertama dilakukan baik secara langsung (daring) dalam beragam giat bimbingan ibadah di hotel yang dilakukan konsultan, maupun tidak langsung melalui beragam konten media sosial. Harapannya, pihak keluarga jemaah yang melek digital juga bisa mendapatkan informasi dan memberikan edukasi kepada orang tuanya yang berhaji.
Aspek kedua, Kemenag telah menyusun buka manasik haji bagi lansia. Selain itu, dibuat juga beragam poster dan konten informasi terkait dengan beragam kemudahan dalam manasik haji bagi jemaah lansia. Konten informasi ini dibuat dalam beragam bentuk agar mudah diakses dan dipahami oleh jemaah dan juga keluarganya.
“Menjelang puncak haji, seluruh perhatian para konsultan dan petugas bimbingan ibadah, bersama dengan petugas Daker Makkah adalah merumuskan skema pergerakan jemaah haji pada fase puncak haji. Skema pergerakan lansia dari hotel di Makkah ke Arafah, lalu Muzdalifah, lalu Mina, terus dibahas agar mendapatkan terobosan kebijakan yang sesuai dengan syariah sekaligus tidak memberatkan lansia dalam proses pelaksanaannya,” terang Subhan.
“Ini masih terus dibahas secara intensif. Jika sudah menjadi rumusan yang disepakati, akan segera disosialisasikan ke jemaah dan disiapkan teknis implementasinya di lapangan,” lanjutnya.
Kedelapan, melibatkan jemaah haji lainnya untuk meningkatkan kepedulian terhadap jemaah lansia. Kepedulian antar jemaah adalah kunci. Sebab, jemaah lah sejatinya yang bersinggungan langsung dengan lansia dalam kegiatan kesehariannya. Karenanya, kepedulian menjadi kunci. Nilai ini juga diinternalisasi dalam serangkaian kegiatan manasik di Tanah Air dan bimbingan ibadah di Tanah Suci.
Baca juga: Mimpi yang Akhirnya Terwujud, Penuturan Jemaah Haji Melihat Masjidil Haram di Usia Senja
Kesembilan, menjalin sinergi lintas pihak dalam penyediaan kursi roda. Kursi roda menjadi sarana penting bagi lansia. Sebab, salah satu tantangan utama lansia ada pada mobilitas. Tidak jarang, para petugas harus menggendong mereka untuk sekedar berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya.
“Alhamdulillah, kali pertama kita bersinergi dengan pengurus Masjid Nabawi dan mendapat bantuan 15 kursi roda. Rencananya akan ditambah hingga 50 kursi roda,” tutur Subhan.
“Kita juga menjalin kerja sama dengan Baznas dan Bank Syariah Indonesia. Alhamdulillah ada bantuan hingga 200 kursi roda. Ini akan sangat bermanfaat dalam membantu jemaah lansia, utamanya saat puncak haji,” tandasnya.