TRIBUNNEWS.COM -- TUJUH belas hari, sudah Haji Ayun Saleh Dayu berhak menyandang Tuan Rahmatullah.
Kala Haji Ayun wuquf di Padang Arafah, 9 Dzulhijjah 1444 Hijriyah atau Selasa 27 Juni 2023 lalu, dia sudah berusia 104 tahun.
"Saya lahir bulan syawal 1920 (Masehi)," kata Ayun di pelataran pintu 18 Masjid Nabawi, Madinah Al Munawwarah, Kamis (13/7/2023) sore.
Baca juga: 90 Ribu Galon Air Zamzam Tambahan untuk Jemaah Haji Dikirim ke Indonesia
Tuan Rahmatullah berarti tokoh yang dirahmati Allah SWT. Ini adalah gelar sosial bagi warga adat Pejanggik, Lombok Praya, Nusa Tenggara Barat (NTB) bagi mereka yang tuntas menunaikan rukun Islam ke-5 dan kembali Selamat ke Kampung Halaman.
Pejanggik adalah satu dari beberapa kesultanan Islam berpengaruh di Lombok Praya, seperti Salaparang, Sumbawa dan Sasak.
"Kampung kami di Lombok Praya itu samping petilasan Raja Pejanggik," ujar H Abdul Rahman Hasan (54 tahun), jamaah serombongan Haji Ayun Saleh di Kloter LOP 02, embarkasi haji Lombok Nusa Tenggara Barat.
Gelar pemberian masyarakat ini turun temurun sekaligus mengkonfirmasikan tradisi jalan spiritualisme panjang dan emosional untuk mendapat gelar itu.
Dari 393 jamaah haji di kelompok terbang ini, Tuan Rahmatullah Ayun Saleh Dayu adalah jamaah lelaki tertua.
"Ada perempuan 105 tahun, di kloter kami alhamdulillah sehat," kata Haji Sulaiman (68 tahun), tetangga Haji Ayun di Pejanggik, Lombok Tengah.
Baca juga: Pneumonia Jadi Penyakit Paling Banyak Diderita Jemaah Haji
Yang menguras emosi rombongan Haji Ayun, sebab 12 jam sebelum pertemuannya dengan Tribun, kabar duka datang.
Haji JASMIYAH MUHAMMAD ALI (69 tahun), Rabu (12/7) pukul 11.00 WAS, dilaporkan meninggal di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah.
Bukan hanya rekan sekloter dan serombongan, almarhum Jasmiyah juga jamaah sekampung mereka di Lombok Praya.
Sepekan sebelum wuquf di Arafah, Kamis (20/6/2023), saat baru selesai menunaikan umrah thawaf qudum (ibadah pembuka haji) di Baitullah Makkah, satu jamaah sekloternya, juga dilaporkan meninggal dunia.
Sementara itu Sahtun Derun Sedanah (64), Kamis (20/6/2023) di Makkkah, dan sudah memperoleh sertifikat badal haji plus premi asuransi dari otoritas haji Arab Saudi.
Tuan Rahmatullah Ayun, pun mengaku tegar. Petani dan pemilik 2 Hektar lahan sawah ini, meminta agar sehat senantiasa dan membawa pulang gelar haji.
"Doakan ya, semoga tanggal 21 nanti selamat sampai Pejanggik Praya," ujarnya yang diaminkan 5 jamaah sekampungnya di pelataran Nabawi.
Gelar Haji dan bagi Ayun Saleh Dayu amat penting bagi keturunan dan kelanjutan tradisi mulia di Pejanggik, Lombok Praya.
Kenapa?
"Maaf, di kampung kami di Praya, anak, cucu atau cicit belum bisa naik haji kalau bapak belum berhaji," kata Abdul Rahman.
Haji Ayun, memangguti penegasan kerabat dan sahabat cucu keduanya itu.
Mendiang ayahnya, Haji Tuan Rahmatullah Saleh juga sudah menunaikan haji dua dekade lalu. Dia tak mengkonfirmasi apa kakeknya, Dayu sudah menunaikan haji.
"Ehmm, Insyallah tahun depan anak saya sudah bisa kesini juga," ujarnya seraya melanjutkan lafalan zikir tanpa tasbihnya.
Haji Ayun sudah hidup bersama 4 lapis generasinya.
Dari 4 anaknya, dia dikarunia 12 cucu, 24 cicit dan 4 embit (cucunya cucu). "Ya, empat embit itu dari satu istri."
Selama di Tanah Suci, Haji Ayun Saleh sehat wal afiat.
Padahal, jamaah yang lebih muda rerata sudah terpapar radang tenggorok itu.
"Pilek, Alhamdulillah juga tidak pernah."
Dia memang terlihat bugar. Selama di Tanah Suci, dia menolak kursi roda tawaran petugas kloter dan PPIH Arab Saudi.
Saat di Arafah, dan berjalan untuk melontar dari maktab 54 ke jamarat, Mina dia jalan laiknya jamaah non-lansia.
"Ya, tidak cepat seperti yang muda dan sesuai irama talbiyah," ujarnya.
Bahkan, meski sudah jalan membungkuk setengah rukuk, Haji Ayun sangat optimistik dan percaya diri, dia bisa tegar berjalan.
"Tongkat (ke sawah) saya tinggal di rumah. Nanti di Makkah baru beli tongkat besi ini," ujarnya seraya menjamah tongkat portabel 20 Real Saudinya.
Apa rahasia bugar Haji Ayun?
"Saya iru, sejak kecil tiap hari jalan kaki ke sawah. Sampai sebelum ke sini, selalu usai makan pagi ke sawah keluarkan keringat."
Meski Sawah 2 Ha warisan kakeknya, sudah di bagi ke anak, berjalan pagi 1,7 km ke sawah adalah rutinitas paginya.
Dia mengaku, kurang cocok dengan makanan katering haji. "Kurang garam, kurang pedas, dan tidak segar." ujarnya soal kebiasannya mengkonsumsi makanan segar dan tanpa pengawet di kampung.
Apa doa agara bugar dan bisa menunaikan haji?
"Sama seperti jamaah lain, kasi kemudahan urusan dunia akhirat, juga doa Nabi Ibrahim agar keturunan tetap shaleh. dan syukuri rezeki halal." ujarnya. (@thamzilthahir)