News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ibadah Haji 2024

Kisah Romantis Pasutri Pemulung Antar Berhaji, Tak Menyerah Diremehkan sampai Allah Mudahkan Berhaji

Penulis: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kerap diremehkan lingkungan sekitar dan keluarga menjadi jalan bagi Khumaidi dan Siti Fatimah ke berhaji. kuti kisah romantisme mereka di Tanah Suci.

“Soro (sengsara), pokoke bekerja pagi, siang, malam kerjo mawon sembarang kalir (serabutan semua dikerjakan). Kulo donga mawon, nangis (saya hanya berdoa sambil nangis) pokoknya yakin Allah beri jalan bisa naik haji,” ujar Fatimah supaya bisa melunasi talangan haji.

Keduanya bahkan sempat tidak bisa tidur saat datang surat pemberitahuan bahwa keduanya harus segera melunasi.

Saat gundah ini, pasangan yang dikaruniai dua anak ini tidak peduli dengan omongan tetangga atau keluarga, “paling ga bisa ngelunasi.”

Keraguan itu bahkan masih saja datang hingga tiba waktu mereka harus membayar pelunasan biaya haji, bahkan biaya manasik haji.

“Ya terus diremehkan, Ada yang bilang bisa ta bayar biaya manasik iku maha. Tapi kulo yakin iso bayar ora?.”

Allah ternyata memberi mereka bertubi-tubi kemudahan.

Lewat kerja keras, keduanya berhasil membuktikan tak ada yang tak mungkin termasuk mampu naik haji jika Allah memanggil.

Kumpulkan Barang Bekas di TPA, Sisihkan Rp75 Ribu untuk Berhaji

Setelah bahan membuat batu bata merah mulai habis, saat Covid di tahun 2021, mereka memutuskan beralih profesi: pemulung.

“Tanahnya sudah habis untuk bikin boto (bata merah-red), trus ngambilin rongsok,” jelas laki-laki yang kini berumur 49 tahun.

Khumaidi tak malu memunguti barang bekas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karang Dieng Desanya karena tak perlu modal.

“Tidak perlu modal, saya ndak malu, yang penting dapat uang halal,” jawab Khumaidi saat diwawancara Tim Media Center Haji (MCH) termasuk Tribunnews.com Sabtu (8/6/2024) di Hotel tempatnya Sektor 10, Nomor 1006. 

Sejak jam 7 pagi hingga jam 12 siang, Khumaidi dan Fatimah sudah harus berjibaku dengan sampah kaleng, kardus, hingga botol plastik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Karangdiyeng, Mojokerto.

Terkadang, usai siang, ia kembali lagi mencari barang yang bisa dijual. Setelah dipilah, ia jual ke pengepul yang ada di sekitar TPA.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini