Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) merencanakan penerapan skema murur saat mabit (menginap) di Muzdalifah.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan hal itu dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fikih dan keamanan jemaah.
Baca juga: Ghina Ghufran Ayati Jadi Jemaah Haji Termuda Subulussalam Aceh: Dokter Muda dan Hafizah 30 Juz
"Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum fikih yang saya kira juga perlu didiskusikan," ujar Yaqut melalui keterangan tertulis, Senin (10/6/2024).
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
"Tadi teman-teman sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan," kata Yaqut.
Sejalan dengan itu, Yaqut mengatakan PPIH sedang mengatur skema murur yang paling memungkinkan.
Sejumlah teknis pergerakan jemaah dikaji dan diperhitungkan.
"Insya Allah segera difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari jemaah haji untuk mengikuti murur ini. Mudah-mudahan hari ini bisa kita rumuskan yang terbaik buat jemaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan dengan lancar," tutur Yaqut.
Baca juga: Hanya WNI yang Punya Visa Haji Bisa Masuk Arab Saudi, Menag Bakal Kerja Sama dengan Imigrasi
Skema murur, kata Yaqut, menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia di tengah keterbatasan area di Muzdalifah, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2.
Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab.
Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid.
Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45m2 di Muzdalifah.