"Kita sudah sampaikan kepada tenaga kesehatan di kloter agar jemaah risti bisa terus dipantau. Kalau kondisinya tidak fit dan memungkinkan terjadinya hal yang buruk dari sisi kesehatan, bisa dicegah untuk tidak beraktivitas di luar kondisi kesehatannya," pesan dr Indro.
Bagaimana dengan jemaah yang tidak masuk kategori risti?
Baca juga: Dam 10 Ribu Jemaah Haji Disalurkan Dalam Bentuk Daging Kambing Berbumbu
dr Indro menjelaskan, dari data yang ada, tidak tertutup kemungkinan kondisi-kondisi yang ekstrem juga bisa mempengaruhi jemaah yang muda dan relatif ada penyakit sejak di Indonesia, meski tidak berat.
Dia mengingatkan bahaya dehidrasi terhadap penurunan kondisi kesehatan.
"Faktor dehidrasi mungkin tidak terasa, tapi kemudian ada gangguan elektrolit lalu serangan jantung," pesannya.
Karena itu, dr Indro meminta jemaah non risti untuk tetap memperhatikan kondisi kesehatan dalam beraktivitas.
Selain itu, mereka juga harus tetap memakai alat pelindung diri.
"Tetap bawa minum, semprotan air, penutup muka, dan segala macam. Artinya, upaya-upaya kita untuk mengurangi kondisi dehidrasi," ujarnya.
"Apabila memiliki obat-obatan yang biasa diminum, agar tetap dijaga. Apabila ada kekurangan agar berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang ada. Minta obat. Karena stop obat juga akan bisa memunculkan kondisi kesehatan yang fatal," tandasnya.
40 Jemaah Wafat di Puncak Armuzna
Dokter Indro juga menyampaikan data jemaah wafat saat puncak Armuzna.
Ada 40 jemaah haji Indonesia yang wafat pada periode ini. Sebanyak 11 jemaah wafat di Arafah dan 29 jemaah wafat di Mina.
"Jemaah wafat itu, secara keseluruhan ada 40. Dari data itu, terbagi wafat di tenda, pos kesehatan, dan rumah sakit Arab Saudi, baik di Arafah maupun Mina," kata dr Indro.
Jika dibandingkan dengan data 2023, jumlah jemaah yang wafat pada periode Armuzna tahun ini lebih kecil.
Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat jumlah jemaah wafat periode Armuzna pada 2023 sebanyak 64 orang.