Laporan Wartawan Tribunnews.com, Andri Malau
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSELS - NATO mengambil alih tongkat komando di Libya. Peralihan komando operasi ini disetujui NATO Kamis (24/3/2011) malam. Demikian dilaporkan AP, AFP, Al-Jazeera, Jumat (25/3/2011).
NATO mengambil alih bagian dari operasi militer terhadap Libya untuk penegakan zona larangan terbang.
Tetapi bagian paling sulit dan paling kontroversial dalam operasi serangan di Libya tampak kekuatan masih akan terus dipimpin oleh Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, mengumumkan perjanjian di Brussel. Hasilnya bahwa NATO akhirnya bisa mengambil tanggung jawab lebih di Libya. "Namun keputusan itu belum tercapai, belum," ungkapnya.
Dapat diinformasikan bahwa beberapa anggota NATO menolak keras keterlibatan dalam serangan terhadap Libya. Salah satunya, anggota aliansi Muslim, Turki, telah menolak.
Di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton memuji NATO untuk mengambil alih zona larangan terbang. Meskipun AS berharap aliansi akan mengambil kontrol penuh dari operasi militer disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk perlindungan penduduk sipil Libya dan mendukung upaya bantuan kemanusiaan.
Biaya operasi militer di Libya sudah hampir memakan dana USD 1 miliar dalam waktu kurang dari seminggu.
NATO mengatakan kemarin bahwa pihaknya akan melakukan penegakan dimulai dari zona larangan terbang dalam waktu dua sampai tiga hari. Operasi ini akan diperintahkan dari Napoli oleh Adm Samuel J. Locklear.
NATO juga setuju untuk memulai genjatan senjata yang lebih luas, termasuk "tidak masuk" zona pemukiman warga sipil. Dan akan mencegah tank-tank dan peralatan berat Moammar Gadhafi pemimpin Libya bergerak melawan pemberontak.
"Jika kita dituntun untuk memukul tank, itu karena tank tersebut targetnya warga sipil," kata Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, menambahkan.
NATO Ambil Alih Tongkat Komando di Libya
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Anwar Sadat Guna
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger