News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Natal 2012

Sinterklas Jepang Ternyata Penggemar Berat Gado-gado

Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masaki Azuma, Sinterklas Jepang yang juga Kepala Sekolah Santa Claus Academy.

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM - Sinterklas Jepang ini senang sekali ke Indonesia, sudah tiga kali dan terakhir tahun 1982, ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Bali. Kini kalau diundang ke Indonesia dengan senang hati dia akan datang dan menemui anak-anak Indonesia sebagai Sinterklas dari Jepang. Bawa hadiah dong?

"Selamat pagi, saya suka gado-gado," begitu sapa awal sang Sinterklas Jepang  khusus kepada Tribunnews.com, Selasa (4/2012), di Tokyo dalam udara dingin 4 derajat Celcius. Tapi sayang belum bersalju saat bersama sinterklas ini.

"Kami menjadi sinterklas bukan hanya bagi-bagi hadiah saja tetapi juga pendidikan bagi anak-anak dan kegembiraan bersama. Membuat manusia menjadi bahagia tentu salah satu bagian utama tugas dari sinterklas," papar Masaki Azuma, Sinterklas Jepang yang juga Kepala Sekolah Santa Claus Academy.

Sekolah sinterklas ini berdiri tahun 1980, tetapi dulu hanya melakukan kegiatan hanya untuk anggotanya saja, sebanyak 8.000 orang, tidak untuk umum. Namun mulai 2005 kegiatannya terbuka untuk umum siapa pun boleh berpartisipasi. Kegiatan sekolah sinterklas ini hanya sekali setahun setiap akhir November hari Minggu. Bahkan tahun depan sudah diputuskan akan dilakukan Minggu, 24 November 2013.

"Karena cuma sekali setahun, banyak sekali sukarelawan juga ikut membantu kegiatan sinterklas ini. Pada akhirnya tentu di semua tempat di Jepang ingin kami lakukan pendidikan sinterklas ini," tekannya lagi.

Tahun ini baru dilakukan di Yokohama, Kobe, Tokyo dan Hitachi, Ibaraki perfektur. Tahun 2013 ditambah di tiga tempat lagi yaitu NishiTokyo, Utsunomiya dan Shin-toshin Saitama perfektur.

Untuk partisipasi di kegiatan sekolah sinterklas ini minimal 3.000 yen per orang atau sekitar Rp 351 ribu (Rp 117 per yen), "Tapi itu sudah dibantu pihak pemerintah atau sponsor swasta. Tanggal 25 November lalu dilakukan di hotel mewah di Tokyo dengan biaya 9.500 yen (Rp, 1,1 juta) per orang, termasuk makanan, baju dan sebagainya."

Pagi jam 10 dimulai dengan pelajaran selama kira-kira dua jam, lalu makan di restoran hotel mewah, dilanjutkan jalan ramai-ramai di daerah fashion Omotesando, Tokyo sambil menyapa banyak orang, dan berakhir di daerah Tokyo Tower yang banyak pohon natal lalu berfoto bersama. Pada detik terakhir diberikan sertifikat tanda telah mengikuti acara tersebut.

"Di mana depan mungkin kita akan berikan semacam tanda lulus tetapi apabila telah mengikuti sedikitnya tiga kali pendidikan sinterklas. Itu barulah rencana," tekannya lagi.

Asuma memulai karier sebagai sinterklas, setelah 4 tahun menjadi tenaga sukarelawan di YMCA Tokyo, lalu bekerja di sebuah taman kanak-kanak terkenal di Tokyo dan di sanalah dia memiliki ide  kegiatan sinterklas karena banyak permintaan dari para orangtua murid.

Semula memang hanya membagikan hadiah saja, tetapi lama-lama anak-anak kurang percaya adanya Sinterklas karena dari orangtua saja juga bisa dapat hadiah, "Karena itu kita kembangkan dengan unsur pendidikan sambil bermain agar semua bahagia. Banyak sekali pertanyaan dari anak-anak muncul, sedikitnya 20 macam pertanyaan,  sehingga bagi yang mengikuti pendidikan sinterklas harus dapat menjawab semua pertanyaan tersebut dengan baik, itulah gunanya pendidikan sinterklas."

Pada intinya memberikan kebahagiaan pada anak-anak dan melihat masa depan lebih baik dan lebih bersemangat agar mau berjuang dengan baik di masa depannya untuk bisa mencapai kehidupan lebih baik, tambahnya lagi.

Para peserta pendidian sinterklas ini sekitar 70 persen wanita dan bervariasi, mulai Hokkaido sampai Okinawa juga ada yang datang ke Tokyo untuk menjadi peserta pendidikan. Bahkan orang Amerika pun, satu orang ikut serta pendidikan ini, "Saya kaget sekali tak tahu kalau ternyata ada sekolah pendidikan sinterklas di Jepang dan senang sekali bisa ikut kelas ini," papar orang Amerika itu dipaparkan Azuma. Selain dari berbagai tempat, ada partisipan yang menggunakan kursi roda juga  dengan semangat ikut pendidikan sinterklas yang kemarin diikuti 105 orang.

Sinterklas Jepang ini selama 30 tahun berkecimpung dalam dunia sinterklas  ternyata tak pernah mendapat komplain apa pun dari masyarakat. Kebalikannya malah masyarakat menanti-nanti sangat untuk ikut pendidikan sinterklas ini yang hanya ada setahun sekali.

"Mereka sangat antusias sekali mengikuti acara ini dan tidak malu, mungkin karena berpakaian sinterklas  dan muka ditutupi jenggot sinterklas, sehingga tak terlihat wajah aslinya. Kalau diadakan di Indonesia juga mungkin menarik, karena ini pendidikan positif, dan kami membatasi tak akan mengaitkan dengan agama. Di Jepang saja yang umumnya beragama Buddha melakukan hal ini. Demikian pula banyak perayaan natal di kuil-kuil di Jepang, tak ada masalah pula."

Apabila acara ini dilakukan di Indonesia, Azuma dengan senang hati akan datang untuk menghibur anak-anak Indonesia, "Yang penting mereka percaya akan sinterklas tidak. Kalau tak percaya mungkin agak repot ya," ungkapnya lagi.

Azuma pada prinsipnya ingin memberikan dan berbagi kebahagiaan kepada sebanyak mungkin orang, khususnya anak-anak, di dunia ini melalui kegiatan sinterklasnya dan tampaknya dia berhasil melakukannya di Jepang terbukti dengan jumlah peminat yang jauh semakin banyak dari tahun ke tahun.

Siapa tahu ada yang mau mensponsorinya mendatangkan sinterklas Jepang ini ke Indonesia. Karya tulisan bukunya pun banyak sekali, setidaknya 30 judul buku telah diterbitkannya. Tentu semua dalam bahasa Jepang.

INTERNASIONAL POPULER

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini