Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo, dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bisnis kematian di Jepang pada tahun 2015 diperkirakan mencapai sedikitnya 1,96 triliun yen.
Jumlah ini jauh melebihi jumlah biaya pernikahan di Jepang karena jumlah yang muda semakin hilang dan yang tua saat ini sudah jauh lebih banyak daripada yang muda, menjadikan negeri Sakura seperti piramida terbalik.
Demikian data yang diungkapkan Yano Research Institute di Tokyo belum lama ini.
Selain angka bisnis yang besar tersebut, industri bisnis kematian memang sangat menarik bagi kalangan Yakuza, sindikat kejahatan di Jepang yang 30% terdiri dari orang keturunan Korea.
Masyarakat biasanya menyerahkan segalanya kepada Direktur Pemakaman untuk mengurus jenasah anggota keluarganya sampai selesai upacara.
"Bisa dibayangkan misalnya peti mati yang harganya 100.000 yen per peti mungkin digelembungkan harganya menjadi satu juta yen," papar Hisayoshi Teramura, 71, kepada Reuters.
Penggelembungan tersebut tidak lain karena diakal-akali oleh kalangan Yakuza yang menjadi calo antara keluarga yang meninggal dengan rumah sakit dan pihak-pihak pemakaman.
Semua di set jadi satu paket lalu ke keluarlah tagihan jutaan yen kepada keluarga yang sedang berduka. Biasanya keluarga tersebut pasrah karena dianggap hanya sekali seumur hidup untuk menghormati orang yang meninggal, juga bisa memberikan penghormatan terbaik terakhir sehingga jarang yang melakukan keluhan.
Pihak Yakuza mendekati pihak rumah sakit karena paling mengetahui tangan pertama setiap yang meninggal dunia. Lalu pihak rumah sakit pun yang memberikan 'bocoran' biasanya juga mendapat komisi dari Yakuza yang kemudian mendekati keluarga yang berduka.
Pihak kementerian ekonomi perdagangan dan inudustri Jepang (METI) mengungkapkan data tahun 2005 ada 4.107 perusahaan yang mengurusi soal acara pemakaman bagi orang meninggal.
Jumlah tersebut mempekerjakan 49.079 orang. Sedangkan tahun 2006 menurut data kementerian komunikasi dan dalam negeri Jepang tercatat ada 6.606 perusahaan yang mempekertjakan 72.046 karyawan.
Seorang pejabat METI, Yoshiatsu Mitsuhashi, mengakui jumlah perusahaan meningkat sangat drastis, "Mungkin saja peningkatan besar jumlah perusahaan yang berkait dengan usaha pemakaman tersebut. Tetapi tetap saja kami belum tahu pasti apa sebenarnya yang terjadi di di tengah masyarakat," ungkapnya lagi.
Di Jepang untuk membuat usaha pemakaman tidaklah sulit, tak perlu lisensi atau kualifikasi mandatori. Kalau di Amerika Setikat, pengusaha pemakaman harus sedikitnya 3 tahun belajar lalu menjadi Apprentice, sampai suatu waktu pihak pemerintah anggap mapan, barulah diberikan lisensi untuk bisa menjadi pengusaha pemakaman.
Itulah sebabnya banyak sekali dari berbagai pihak membuka usaha pelayanan pemakaman karena sekarang dan sampai masa mendatang akan banyak sekali yang meninggal.