TRIBUNNEWS.COM, BOSTON - Tamerlan Tsarnaev, tersangka peledak bom Boston, mengikuti pelatihan merakit bom dan pelatihan militer lain, ketika ia pulang ke kampung halamannya di Chechnya, Rusia, 2012.
Itu dikatakan Ketua Senat bidang Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) Michael McCaul, Minggu (21/4/2013) waktu setempat. Michael juga mempertanyakan mengapa FBI tidak mengambil tindakan lebih lanjut terhadap Tamerlan, ketika ia diselidiki sebelum perjalanannya.
"Secara pribadi saya percaya pria ini menerima pelatihan ketika ia berada di sana, dan ia merupakan seorang radikal dari tahun 2010 sampai sekarang," ujarnya seperti dikutip Tribunnews.com dari CNN, Senin (22/4/2013).
FBI sempat menerima laporan dari Pemerintah Russia, bahwa Tamerlan merupakan seorang yang berbahaya, dan meminta FBI memeriksanya. Pada 2011, FBI sempat mewawancarai Tamerlan, namun mereka melepaskannya karena tidak mendapatkan indikasi Tamerlan akan melancarkan serangan teror.
Michael bersama rekan separtainya, Peter King, telah menyurati Direktur FBI Robert Mueller dan Jaksa Agung Eric Holder, untuk meminta pertanggungjawaban kedua lembaga penegak hukum itu.
Setelah diwawancarai FBI, Tamerlan menempuh perjalanan ke Rusia selama enam bulan, dan kembali pada Juli 2012. Keluarga Tamerlan berasal dari Republik Rusia Chechnya, dan saat ini tinggal di Dagestan, Rusia.
Sekembalinya dari Rusia, Tamerlan, membuat akun YouTube dan mencantumkan sejumlah link ke beberapa video yang berunsur 'teroris'. Dua video dalam link itu masuk dalam kategori terorisme, sehingga dihapus oleh pengelola situs Youtube.com. Tidak diketahui oleh siapa video itu dibuat, dan kapan waktu pembuatannya.
Sumber di intelijen Amerika Serikat (AS) mengatakan, pihaknya tengah memeriksa keterkaitan Tamerlan dengan kelompok yang dikenal sebagai Emirat Kaukasus oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Penyidik juga melihat kemungkinan Tamerlan menerima perintah dari kelompok tersebut. Emirat Kaukasus berakar pada pemberontakan Chechnya pada 1990-an, namun resmi didirkan pada 2007, untuk mempertemukan sejumlah kelompok jihad yang berjuang menciptakan negara Islam di wilayah tersebut. (*)