TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerukan negara lain, terutama PBB, agar memberikan perhatian dan berbuat sesuatu untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan yang lebih dahsyat lagi di Mesir.
"Beberapa saat lalu, saya kira para wartawan juga mengikuti statement saya, militer mesti menghormati demokrasi," kata SBY dalam keterangan pers khusus soal Mesir di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/8/2013) petang.
Diberitakan sebelumnya, kekuatan bersenjata oleh militer Mesir dikerahkan untuk menghalau para demonstran pendukung mantan Presiden Mursi.
Pihak Ikhwanul Muslimin menyebutkan, dalam serangan Rabu (14/8/2013) lalu, 278 orang tewas setelah polisi menindak loyalis presiden terguling, Mohamed Mursi.
Presiden SBY mengemukakan, penggunaan kekuatan milter dan senjata terhadap pengunjuk rasa yang disebut dengan peacefull demonstration, tentu tidak bisa diterima dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia.
Menurut SBY, Indonesia punya pengalaman yang kurang lebih sama ketika Indonesia diguncang pengalaman yang sama pada 1998-1999.
"Tapi, alhamdulillah dengan izin Allah SWT, situasi tidak lebih buruk lagi, karena waktu itu militer Indonesia mendukung reformasi dan demokratisasi," tutur SBY.
"Sementara, pemimpin politik Indonesia waktu itu tidak meninggalkan militer, bahkan mengajak militer yang sudah melaksanakan reformasi dan kemudian bertindak profesional untuk melaksanakan perubahan," imbuh SBY.
SBY memaparkan, dulu terjadi kolaborasi, sinergi, dan kebersamaan antara pemimpin-pemimpin sipil dan pemimpin-pemimpin politik dengan kaum militer di Indonesia, yang telah melaksanakan reformasi.
"Barangkali pengalaman di masa-masa Indonesia yang sulit itu, boleh juga dijadikan pelajaran bahwa tidak mungkin situasi di Mesir sekarang ini terjadi, kalau pemimpin dan elite politik dari pihak-pihak yang sedang berhadapan, melakukan sesuatu yang berani, dalam arti rekonsiliasi mencari solusi yang saya sebut dengan win-win solution," beber SBY. (*)