TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bentrokan antara pasukan militer Mesir dengan massa pendukung presiden terguling Muhammad Mursi terjadi pada hari Rabu 14 Agustus 2013 yang dikenal dengan “Rabu Berdarah” sejauh ini telah memakan korban tewas hingga 638 orang dan 3.717 orang luka-luka, telah membuka mata dunia termasuk Indonesia bahwa pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang serius telah terjadi di Mesir.
Kekerasan yang diawali dengan aksi pembubaran paksa oleh militer Mesir dengan kendaraaan lapis baja dan bulldozer terhadap perkemahan massa Ikhwanul Muslimin yang merupakan pendukung presiden terguling Muhammad Mursi di sekitar Masjid Rabaa Al Adawiya dan Lapangan Nahda.
Mesir dan Indonesia adalah dua negara yang akrab secara historis, sebagaimana tercatat sejarah bahwa Mesir adalah negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. Rakyat Mesir juga melakukan blokade terhadap kapal-kapal Belanda yang berangkat ke Indonesia melewati Terusan Suez sekitar tahun 1947 sebagai protes atas aksi agresi militer Belanda terhadap Indonesia.
Indonesia semasa pemerintahan Presiden Soekarno pun memiliki kedekatan dengan Mesir, dan tentu tak kita lupa bahwa di Kairo, ibukota Mesir terdapat Ahmed Soekarno Street di pusat kota Kairo yang merupakan bentuk penghormatan rakyat Mesir terhadap Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Mengingat Indonesia telah mengalami hal serupa seperti Mesir pada tahun 1998-1999 saat jatuhnya Rezim Orde Baru, dimana saat itu, aparat keamanan secara brutal menembaki demonstrasi mahasiswa dalam Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II. Tidak dapat dipungkiri tragedi-tragedi tersebut menyimpan luka dan trauma yang mendalam hingga saat ini.
Oleh karena hal tersebut diatas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia dan Marty Natalegawa sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan mengecam pemerintah Mesir atas kekerasan yang dilakukan Militer Mesir terhadap para Demonstran.
"Pemerintah Republik Indonesia secara aktif mendorong Perserikatan Bangsa-bangsa untuk menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Mesir," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Alvon Kurnia Palma, S.H dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8/2013).
Selain itu, YLBHI juga meminta Pemerintah Indonesia sebagai anggota Organisasi Kerjasama Islam untuk berperan aktif bersama negara-negara anggota lainnya guna menyelesaikan konflik yang terjadi di Mesir.